Beranda » Shalahuddin Al Ayubbi, Singa Muslim dari Abad Pertengahan

Shalahuddin Al Ayubbi, Singa Muslim dari Abad Pertengahan

[FOTO]: Craco, Kampung Abad Pertengahan yang Ditinggal Penduduknya Shalahuddin Al Ayubi dikenal sebagai singa muslim abad pertengahan. Dia pernah mengincar seorang pemimpin Eropa ketika melontarkan hinaan terhadap Rasulullah. Seketika hatinya panas, darahnya menggelegak.
------------------
Dalam buku Hamzah Abdullah, berjudul Shalahuddin Al Ayyubi, Sang Pembebas Al-Aqsa menyebutkan kisah Shalahuddin Al Ayubi berawal dari Tikrit, Irak tahun 532 H atau bertepatan dengan tahun 1137 Masehi. Ayahnya merupakan Najmuddin Ayub yang mengabdi kepada Gubernur Seljuk, Imaduddin Zanky. Keberhasilan Najmuddin merebut wilayah Balbek di Lebanon menjadikan ia kemudian diangkat menjadi Gubernur untuk daerah tersebut.
Disaat itulah Shalahuddin Al Ayubi diperkenalkan dengan dunia politik Timur Tengah dan strategi perang dalam lingkungan istana oleh Nuruddin, paman Shalahuddin Al Ayubi. Masa itu, Al-Quds (Jerussalem) dalam era perang salib masih dikuasai pasukan Salibis (Crusader) dari Eropa selama 88 tahun (1009 M-1187 M) tanpa perlawanan berarti dari ummat Islam.
Sebagai anak pembesar istana, masa remaja Shalahuddin dihabiskan dengan waktu berfoya-foya dan mabuk-mabukan. Perubahan paling drastis saat Shalahuddin memasuki usia 20 tahun. Saat itu ia ditugaskan oleh untuk mengatur muatan kapal di pelabuhan.
Saat itu lah Shalahuddin membuktikan kelihaiannya dan kesan sebagai seorang pemuda yang suka mabuk-mabukkan hilang seketika. Shalahuddin mendapatkan penghargaan dan pujian atas keberhasilannya mengatur muatan kapal tersebut.
Perjalanan Menuju Kursi Kementrian
Saat Mesir di bawah kekuasaan Dinasti Fatimiyah, Shalahuddin menemani pamannya Asaduddin Syirkuh yang diutus raja Syam. Mereka diutus raja Syam ke Mesir guna memerangi kaum Salibis yang membantu pemberontakan Syawur dan Dhargham terhadap Khalifah Fatimiyah. Pertempuran sengit pun terjadi dan kemenangan peperangan itu ada pada pasukan Asaduddin Syirkuh.
Kemelut politik yang terjadi di Mesir telah mengakibatkan seorang menteri Khalifah Fatimiyah terbunuh. Asaduddin diangkat menjadi menteri oleh Khalifah ‘Adhid menggantikan yang telah tewas dengan pertimbangan telah memenangkan perang terhadap pasukan Eropa. Tentunya, kejadian ini menjadi peristiwa yang sangat luar biasa mengingat Asaduddin merupakan golongan Sunni yang menjabat menteri di ke-khalifahan kaum Syiah.
Dua bulan setelah menjabat menteri di Mesir, Asaduddin yang telah lanjut usia pun meninggal. Prajurit Syam terpukul hebat. Seandainya para ulama tidak menengahi, pasukan Syam pasti akan membuat kerusuhan dengan cara berdemonstrasi dan tidak akan meninggalkan kuburan pemimpinnya hingga mereka tahu siapa yang diangkat menjadi pengganti setelah itu.
Seorang ulama Faqih yang dikenal dekat dengan Asaduddin dan Shalahuddin menengahi perebutan kekuasaan tersebut. Ia menunjuk Shalahuddin sebagai pengganti Asaduddin. Tiada yang bisa membantah penunjukkan ini kecuali Baruqi.
Kabar terbentuknya kementrian Shalahiyah di bawah pimpinan Shalahuddin menyebar di kalangan orang Eropa. Karir politik Shalahuddin akhirnya mampu meruntuhkan Kekhalifahan Fatimiyah. Saat itu, Shalahuddin diangkat menjadi penguasa Mesir di bawah pengaruh negeri Syam.
Masa pemerintahan Shalahuddin diwarnai dengan peperangan melawan bangsa Eropa yang mengumandangkan perang salib di Timur Tengah. Bangsa Eropa yang dikenal sebagai Crussader berniat hendak menguasai Baitul Maqdis usai meninggalnya Raja Baldwin IV.
Baldwin IV sudah menjalankan perdamaian selama lima tahun. Setelah ia meninggal, Cybele menggantikannya dengan orang lain sebagai pemimpin di Al Quds.
Menyikapi hal tersebut, pemimpin-pemimpin Eropa kemudian mengadakan perundingan yang diketuai oleh penguasa Baitul Maqdis. Di antara pemimpin yang hadir dalam acara itu adalah Renault de Chatillon yang masih menguasai Karak. Namanya dikenal oleh orang Arab dengan sebutan Arnat.
Pemimpin yang berkumpul itu menyusun strategi mengusir pemimpin besar Muslimin, Shalahuddin. Baldwin V tidak setuju dengan hal tersebut karena menurut dia, perundingan damai belum berakhir. Adalah Renault yang bersikukuh agar pasukan Eropa segera memerangi kaum Muslimin di bawah pimpinan Shalahuddin.
Meskipun para pemimpin Eropa telah mengatur strategi militer sedemikian rupa, Shalahuddin sama sekali tidak mempunyai taktik apa-apa dalam masa damai tersebut. Dia masih menanti akhir masa damai dengan sabar.
Namun, kesabaran Shalahuddin kemudian hilang saat kafilah-kafilah kaum muslimin yang kembali dari haji melewati Karak, dihadang oleh Renault. Sebagian wanita ditawan dan seluruh harta mereka dirampas. Saat itu, Renault juga menghina agama Islam.
“Sekarang panggillah Muhammad untuk membuka penjara ini!”
Memburu Penghina Nabi Muhammad
Hinaan Renault terhadap Rasulullah sampai ke telinga Shalahuddin. Seketika hatinya panas, darahnya menggelegak. Ia kembali bertekad membunuh pengkhianat itu dengan tangannya sendiri.
Shalahuddin pun mempersiapkan pasukan untuk menggempur pasukan Eropa yang dipimpin Renault de Chatillion. Shalahuddin mengumumkan jihad. Seketika seluruh prajurit muslim yang ada di Mesir dan Syiria bergabung. Tidak ada perbedaan suku dan tujuan. Semuanya memiliki satu tujuan yaitu menyikat habis kaum salin dan membersihkan tanah Islam dari campur tangan mereka.
Pada peperangan tersebut, strategi pasukan salib yang dipimpin oleh Renault adalah menyerang wilayah-wilayah yang terletak dekat dengan posisi Shalahuddin.
Tujuan mereka sebagaimana diperintahkan oleh Renault adalah mendahului kaum muslimin untuk menguasai sumber mata air sebagai bekal minum disaat teriknya matahari. Maklum saja, saat peperangan itu berkecamuk musim panas belum berakhir.
Namun, rencana yang disusun itu telah diketahui oleh Shalahuddin. Wilayah yang hendak diserang sudah terlebih dahulu dihancurkan oleh pasukan muslim. Sumber mata air yang dimaksud sebagai bekal juga telah dijaga oleh kaum muslimin. Sementara pasukan salib terkepung diantaranya. Perang meletus. Pasukan salib kewalahan oleh pukulan kaum muslim dan dahaga di musim panas itu.
Prajurit salib pun akhirnya kacau balau. Mereka melarikan diri dari pertempuran termasuk pemimpinnya, Raymond. Padahal, pada saat itu pasukan muslim sama sekali tidak menyerang optimal dikarenakan tidak adanya komando dari Shalahuddin untuk menyerang pasukan salib di malam hari.
Seorang utusan pasukan muslim menghadap Shalahuddin. Ia mempertanyakan kenapa Shalahuddin tidak memerintahkan penyerangan akhir pada pasukan salib yang sudah kewalahan tersebut.
Kabar tersebut diterima Shalahuddin dengan mengerahkan seluruh pasukan muslim pada serangan pertama. Pasukan salib menjadi tidak berdaya. Mereka menghadapi kaum muslimin seraya mengundurkan diri ke daerah Hittin. Hittin adalah daerah tempat dimakamkannya Nabi Syu’aib as.
Sesampai di Hittin, pasukan salib mendirikan kemah besar yang sulit ditembus oleh kaum muslim.
Kemah tersebut dipasangi salib besar yang terbuat dari kayu tua. Konon katanya Nabi Isa dibunuh di atasnya. Kayu itu dilapisi dengan mutiara dan intan, lalu kayu itu mereka jadikan bendera besar di setiap pertempuran yang dilancarkan atas nama agama mereka.
Pasukan muslim berjumlah besar telah berkumpul disekitar Hittin. Akhirnya mereka melancarkan serangan dan mampu memporak-porandakan tempat tersebut. Tidak terkecuali kemah besar yang dijadikan pusat komado tentara salib. Kemenangan gemilang berada di tangan kaum muslimin. Malam itu adalah 26 Rabiul Tsani tahun 583 Hijriyah. Ummat Islam menyambut kemenangan itu dengan doa, tahlil dan takbir.
Penyerangan di Hittin telah berhasil menangkap pembesar-pembesar Eropa. Diantaranya adalah Gaudefroy, suaminya Cibele penguasa Baitul Maqdis, Renault penguasa Karak, juga penguasa Dawiyah, penguasa Hospitaller, penguasa Ramla dan Husn Jabail (Giblet) serta anak penguasa Tiberia dan banyak lagi pembesar Eropa lainnya.
Sultan Shalahuddin kemudian memerintahkan penguasa Dawiyah dan Hospitaler dipancung. Hal ini karena menurut Shalahuddin mereka adalah sumber malapetaka negeri Arab dan daerah muslim.
Renault juga mengalami hal serupa. Dia diperintahkan berdiri di samping saudaranya Gaudefroy. Saat itu, Shalahuddin memerintahkan salah satu prajuritnya untuk mengambil air dingin dan menyodorkannya pada Gaudefroy, penguasa Baitul Maqdis.
Gaudefroy kemudian memberikan sedikit air dalam gelas itu pada saudaranya Renault. Melihat hal itu, Shalahuddin berkata pada penterjemahnya; “Katakan pada Gaudefroy bahwa kamulah yang memberi minum saudaramu, sedangkan saya tidak memberikannya..!”
Adat kaum Arab, apabila seorang tawanan diberikan makan dan minum oleh orang yang menawannya, maka akan terlepas dari ancaman. Itulah yang diberikan pada Gaudefroy namun tidak untuk Renault.
Sultan telah memperingatkannya tentang ucapan-ucapan keji yang pernah dilontarkan Renault pada Nabi Muhammad. Kemudian Shalahuddin berkata pada Renault, ”Inilah saya pembela Muhammad..!”
Sultan menawarkan kepada Renault dua kalimat syahadat. Namun ia menolaknya. Shalahuddin kemudian mencabut pedang lalu menebas leher salah satu pembesar Eropa tersebut. Setelah kepalanya terlepas dari badan, kepala itu dilemparkannya ke pintu kemah. Selesai sudah usaha untuk memelihara kemuliaan Islam dan Muslimin.
Melihat nasib saudaranya, Gaudefroy menjadi gemetar. Dia belum yakin kalau Shalahuddin akan membiarkannya hidup. Sultan lalu memanggilnya dan menenangkannya.
“Tidak pernah terjadi seorang raja membunuh raja. Tetapi ini sudah melampaui batas. Dia menghina Nabi kami, Muhammad SAW. Kami sudah bernazar seandainya Allah memberikan kekuatan kepada kami untuk membunuhnya. Terjadilah apa yang terjadi…!”[]