Pengging  masih tetap Pengging yang sekarang menjadi Kelurahan Pengging,  Kecamatan Banyudana Kabupaten Boyolali. Desa yang kaya akan air dan  sumber mata air. Menurut cerita-cerita kuno sering disebutkan bahwa air  dan keberadaannya diatas atau istilah Jawa-nya tumampang. Posisi air lebih tinggi jika dibandingkan area persawahan. Tempat seperti demikian yang menjadi pilihan untuk bubak padunungan.  Saat ini Pengging terkenal akan kolam renangnya. Pengging menjadi ramai  ketika sebelum tiba hari puasa Ramadhan umat Islam melakukan kegiatan  yang sering disebut padusan. Tidak hanya masyarakat sekitar  yang datang ke Pengging, masyarakat luar kota juga tidak mau  ketinggalan.Pengging memang terkenal dengan mata airnya. Maka dari itu  namanya terdengar hingga ke Kota Solo. Tempat yang paling ramai  dikunjungi di Pengging adalah kolam renang, pasar, masjid hingga Makam  Yasadipuran yang hingga kini nama itu dipakai di sebuah Sekolah Menegah  Pertama di Solo.
Di Pengging dan sekitarnya banyak sekali patilasan kuno. Seperti makam dan jejak atau tilas Kraton juga ditemukan bekas komplek pacandhen. Salah satunya patilasan yang paling tua berada di Desa Malangan. Berwujud makam, tetapi awalnya hanya bekas candi Syiwais yang sekarang dipercaya sebagai makam Kyai Ageng Sri Makurung Prabu  Andayaningrat dan menjadi sebuah tempat yang mengandung nilai sejarah.  Beberapa orang yang berziarah ke makam tersebut seperti Pak Sutopo dari  Malang dan pengusaha dari Boyolali jadi sukses usahanya setelah  berziarah ke makam tersebut. Sebagai wujud syukur, makam dibangun hingga  berwujud seperti sekarang ini.
Maksud  dan tujuan membangun makam tersebut untuk lebih baik merupakan suatu  hal yang positif. Namun di sisi lain pada kenyataannya akan merusak dan angger-angger (monumenten  ordonantie), karena dampaknya akan hilang tanda-tanda yang menunjukkan  bahwa makam tersebut bekas atau tilas candi yang nantinya akan  mempersulit penelitian sejarah dikarenakan hilangnya bukti.
Makam Kyai  Ageng Sri Makurung dijaga dan dipelihara oelh juru kunci Arjatiyasa  alias Muhammad Khussen. Pak Arja pun mulai bercerita kepada wartawan Jayabaya, Thojib  Djumadi. Beliau tidak bisa menjelaskan secara terperinci karena itu  hanya dongeng dan diceritakan secara turun temurun. Namun apa yang  dijelaskan oleh beliau cocok dengan isi dari Babad Pengging yang sampai  saat ini masih tersimpan di Museum Sono Budoyo Yogyakarta dengan nomer  daftar SB 49.
Pak  Arja mulai bercerita. Keanehan mulai terlihat ketika beberapa anak  bermain di sekitar tempat tersebut dan dijadikan ratu pasti akan jatuh  dan meninggal, Walaupun demikian anak-anak yang bermain di sekitar  tempat tersebut masih bermain ratu-ratunan. Akhirnya tidak ada lagi yang  bersedia untuk menjadi ratu. Kemudian keanehan itu terjadi lagi ketika  anak-anak yang lebih tua (dewasa) memaksa yang lebih muda untuk menjadi  ratu dan akhirnya meninggal juga.
Setelah  kejadian demi kejadian, seperti biasa anak penggembala itu berkumpul  dan bermain di tempat yang memiliki keanehan tersebut. Hewan-hewan  mereka dikumpulkan di sebuah tempat yang lapang untuk mencari makan.  Tidak khawatir hewannya akan merusak ataupun hilang. Salah satu dari  anak yang berkumpul mengatakan bahwa dirinya bermimpi ada seseorang anak  yang kuat dan menjadi ratu. Anak yang dimaksud tidur di atas batu.  Sekumpulan anak tersebut mulai mencari, bertemulah mereka dengan si  Cekohrogoh anak dari Ki Mundhingsari yang pada waktu itu pernah tidur  diatas batu kemudian si Cekohrogoh dipaksa menjadi ratu.
Cekohrogoh  adalah anak yang nakal, walaupun ia berada dalam kumpulan anak-anak  gembala dia datang tidak untuk menggembalakan hewannya. Dia hanya  mencari tempat untuk menenangkan diri dan minggat karena tidak  patuh terhadap kedua orangtuanya. Cekohrogoh bersedia menjadi ratu  dengan persyaratan semuanya akan patuh terhadap perintahnya. Anehnya  anak-anak yang berkumpul seperti terkena hipnotis, semua patuh dan taat  pada Cekohrogoh. Selain itu Cekohrogoh juga menjadi bersinar cahaya dan  tampak berwibawa. Permainan pun berubah menjadi sesuatu hal yang serius.  Dari perintah Cekorogoh, anak-anak penggembala hewan mendirikan kraton.  Hal itu terjadi hingga ke telinga para orang tua.
Cekohrogoh  jadi raja di Kraton Pengging yang berjulukan Kyai Ageng Sri Makurung.  Dalam pemerintahannya Kyai Ageng Sri Makurung dibantu oleh anak-anak  yang dulunya teman bermain yang dijadikan prajurit dan pembantu  pemerintahan yang bertempat di Pengging di bawah kaki Gunung Merapi.
Mengikuti Sayembara Majapahit
 Kraton Pengging namanya santer terdengar dan di elu-elukan para masyarakat karena tanahnya yang subur terletak antara Gunung Lawu  dan Gunung Merapi . Hal itu membuat kekhawatiran Prabu Brawijaya V di  Majapahit. Karena Majapahit belum merasa puas jika belum menguasai  Nusantara, masih ada yang berani menampilkan dirinya di Pelataran Kraton  Majapahit dan Pengging harus ditaklukkan. Untung pada waktu itu Ki  Sabdapalon member rekomendasi dan meredamkan amrah Prabu Brawijaya. Ki  Sabdapalon berkata bahwa dirinya mendapat wahyu tentang Pengging,  Pengging jangan diajak untuk berperang namun sebaliknya, Sang Prabu  membuat sayembara.
 Pada  saat yang bersamaan Majapahit sedang menghadapi Ratu Bali yang tidak mau  tunduk pada Majapahit. Menanggapi saran dari Ki Sabdapalon, Prabu  Brawijaya woro-woro, mengumumkan bahwa siapa saja yang bisa menaklukan Bali bakal dijadikan menantunya.
Ki  Ageng Sri Makurung datang ke Majapahit untuk mengikuti sayembara.  Berangkatlah Ki Ageng Sri Makurung untuk menaklukan Bali. Bukan hal yang  sulit untuk menaklukan Bali. Karena Ratu di Bali adalah Rama dari Ki  Mundhingsari yang tidak lain dan tidak bukan adalah eyang dari Ki Ageng  Sri Makurung. Usahanya pun berhasil, Ki Ageng Sri Makurung diberi hadiah  oleh Prabu Brawijaya dan diangkat menjadi keluarga kerajaan serta  menjadi ratu di Pengging dengan julukan Adipati Andayaningrat.
Pernikahannya  dengan putri Majapahit mempunyai 3 keturunan. Anak Pertama bernama  Keboamiluhur yang berada di Malangan, kedua Ki Ageng Kebo Kanigara dan  ketiga Kebo Kenanga yang merupakan pengganti tahta di Pengging.
Pustaka : (Pengging, Kratone Bocah Angon ;Thojib Djumadi; Jayabaya; Reksopustoko Mangkunegaran; B555)