Masih  segar dalam ingatan kita saat melihat diorama maupun pemutaran  film-film kekejaman Gerakan 30 September 1965 yang dilakukan oleh Partai  Komunis Indonesia (PKI) yang dulu sering diputar di televisi. Gambaran  tersebut mungkin hanya sebagian kecil dari sejarah kelam kekejaman PKI  terhadap putra-putri terbaik bangsa ini. Kekejaman PKI tersebut masih  menyisakan cerita tragis dalam sejarah bangsa ini. Bukan hanya korban  dan keluarga korban yang menyisakan amarah terhadap kebiadaban komunis,  namun masyarakat luas yang tidak menyaksikan langsung peristiwa 1965 itu  juga terus menyimpan suasana kebatinan yang mendalam. Pembunuhan,  penyiksaan, penjarahan, dan pemerkosaan seolah menjadi hal yang lumrah  bagi mereka yang ingin menciptakan negara berlandaskan komunisme.
Ada jargon yang menyebutkan “ideologi tidak akan pernah mati”, inilah yang menjadi salah satu trigger bahwa  bahaya laten komunis juga akan terus menjadi api dalam sekam di negara  ini. Ada sebuah preseden buruk ketika Pancasila yang telah teruji  sebagai ideologi terbaik di negeri ini terus diusik oleh ideologi lain  yang hanya menguntungkan kelompok dan golongan tertentu saja.
Ada  pro-kontra yang muncul belakangan ini saat Komisi Nasional Hak Asasi  Manusia (Komnas HAM) menyatakan bahwa selama empat tahun terakhir ini  pihaknya menyimpulkan telah menemukan cukup bukti adanya dugaan  kejahatan terhadap kemanusiaan pasca peristiwa G30S PKI. Negara (dalam  hal ini semua pejabat dalam struktur Kopkamtib 1965-1968 dan 1970-1978  serta semua panglima militer daerah saat itu) dianggap telah melakukan  pelanggaran HAM berat. Selain itu, Komnas HAM juga menuntut kepada  Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk meminta maaf kepada korban  1965-1966.
Hal  tersebut sebenarnya sangat ironis karena PKI adalah pelaku kudeta  sehingga tidak selayaknya Komnas HAM memberikan bantuan moral bagi  mereka. Yang seharusnya didorong adalah rekonsiliasi, bukan permintaan  maaf Kepala Negara kepada korban 1965-1966.
Dari  uraian di atas, momentum di akhir bulan September ini sangat penting  bagi kita untuk terus mengingat kekejamanan komunis, membentengi  Pancasila dari ideologi yang ingin menggerogotinya, serta meningkatkan awareness bangsa  ini dari bahaya laten komunisme. Bahaya laten yang terus menjadi  ancaman bangsa ini hendaknya disikapi secara bijak demi terciptanya  masyarakat yang adil dan makmur sesuai keinginan founding fathers kita yang tertuang dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.