Beranda » Atlantis [III]: Di Luar Mediterania

Atlantis [III]: Di Luar Mediterania

Map Hecataeus dari Miletus 520 SM
Di kehidupan Solon, bumi di gambarkan seperti piring, datar, dan di kelilingi oleh samudra raya. Yang di tengah adalah daratan yang di kelilingi oleh samudra. Di batas garis horison, samudra jatuh ke bawah dan di sanalah terletak kerajaan dunia bawah. Anaximander dari Miletus (610-546 SM) adalah kartografer pertama yang mempublikasikan peta dunia pertama kali. Di mana peta tersebut berbentuk lingkaran dan di kelilingi oleh Oceanus, tidak ada samudra Atlantik, India, Pasifik, dan samudra lainnya. Kemudian penerusnya, Hecataeus (520 SM) membuatnya sedikit lebih baik seperti yang terlihat pada gambar.
Perlahan samudra raya di sebut samudra barat karena satu-satunya akses Yunani ke sana hanya melewati selat Gibraltar yang letaknya memang di sebelah barat. Menurut mitologi Yunani, neraka Tartarus berlokasi di ujung barat Bumi dan di sanalah Atlas di hukum oleh Zeus untuk menahan Uranus (Langit) di pundaknya seumur hidup, mencegah keduanya saling menyatu. Yunani mempercayai pegunungan barat dekat selat Gibraltar merupakan tempat Atlas di hukum. Samudra barat pun namanya menjadi samudra Atlantik. Tetapi penduduk asli di wilayah pegunungan tersebut bukanlah bangsa Yunani melainkan suku-suku Berber dengan budaya, tradisi, dan bahasanya sendiri. Memang dalam salah satu rumpun bahasa Berber kata adrar atau adras berarti “gunung” tetapi karakter Atlas lebih di kenal oleh mereka yang menghuni di luar selat seperti penduduk kepulauan Kenari. Tetapi penduduk asli Kenari ternyata takut dengan laut. Mereka biasa hidup berburu bersama anjing-anjing mereka, ini bukan khas orang kepulauan. Leluhur mereka dulunya mungkin menumpang perahu dan mendarat di sana. Karena letak Kenari di Samudra Atlantik, kapal yang di tumpangi leluhur mereka tentunya bukan pelaut-pelaut Yunani.
Selat Gibraltar pada saat itu di sebut “tiang-tiang Hercules” berdasarkan nama pahlawan Yunani yang perawakannya mirip Atlas. Bedanya Herkules adalah putra kesayangan Zeus sementara Atlas adalah paman Zeus. Herkules terkenal dengan 12 tugas berat yang di jalankannya, salah satunya (tugas ke 11) ia memperdaya Atlas dengan menawarkan diri sebagai pengganti Atlas asalkan ia mau mengambil apel emas di Taman Hesperides, taman surgawi yang letaknya memang berdekatan dengan neraka Tartarus. Tentu tawaran ini di sambut Atlas dengan senang hati, bahkan ia ingin mengantar sendiri apel emas itu kepada Eurystheus (pemberi tugas). Setelah apel tersebut di ambil, Hercules minta pertolongan Atlas untuk berganti posisi sejenak karena ia ingin membenahi jubahnya yang kurang nyaman. Atlas menyetujuinya, dan ketika mereka bertukar tempat kembali, Hercules mengambil apel emas tersebut dan langsung pergi.
Wilayah barat ini semakin kompleks karena selain lokasi neraka Tartarus dan dekat dengan perbatasan dunia bawah, taman Hesperides juga di jaga naga seratus kepala bernama Ladon. Hesperides juga ternyata nama dari, awalnya, tiga dewi putri Atlas yang versinya berkembang menjadi lebih banyak lagi. Belum lagi Atlas mempunyai tujuh putri yang di sebut Pleiades, dan masih banyak lagi kisah Atlas yang terdapat di banyak legenda.
Misteri-misteri yang menyelimuti wilayah barat ini tentunya membuat lokasi tersebut di hindari oleh penduduk Yunani kuno. Ini terlihat kenapa peta Mediterania di gambarkan dengan begitu baik, tetapi penggambaran di luar Mediterania terlihat sangat buruk. Dengan kondisi seperti ini tentu tidak mengherankan munculnya beberapa usulan yang mengatakan Atlantis sebenarnya masih berada di dalam Mediterania, seperti di Kreta, Malta, laut Caspia, Santorini, dan sebagainya. Usulan-usulan tersebut sebenarnya hal yang wajar, namun hal-hal yang paling mendasar yang di tulis Plato tidak bisa di abaikan begitu saja. Misalnya, letak Atlantis jelas berada di luar Mediterania dan ini tertulis di dalam dialog Timaeus. Bahkan Jim Allen, penulis Atlantis: “Lost kingdom of the Andes” dalam situsnyamemaparkannya dalam tiga terjemahan yang berbeda yaitu dari Dr. Benjamin Jowett (1871), R.G Bury (1929) dan Sir Desmond Lee (1971), dalam rangka memperkuat teks aslinya;
Karena sejarah ini berkata tentang satu kekuatan hebat yang tanpa alasan menyebar melawan seluruh Eropa dan Asia, kekuatan ini datang dari Samudera Atlantik - (Jowett)
Karena terkait di dalam sejarah kami bagaimana pada suatu waktu wilayah Anda berada di jalur sang pemilik yang maha hebat, yang di mulai dari titik yang jauh di lautan Atlantik, - (Bury)
Sejarah kami mengatakan bagaimana kota Anda telah di tandai satu kekuatan besar yang dengan congkaknya datang dari pangkalannya di samudra Atlantik - (Lee)
Jelas tertulis di sini bahwa bangsa Atlantis merupakan suatu kekuatan maritim yang datang dari Samudera Atlantik. Bagi Allen pemindahan lokasi ke Laut Mediterania, Laut Hitam, atau ke laut Kaspia adalah tidak masuk akal karena di teks-teks yang tersebut di atas, jelas menyatakan di mana Atlantis itu berada. Bahkan Plato sendiri jelas-jelas mengibaratkan laut Mediterania hanya sebagai bandar (atau kolamdalam terjemahan lain) berbeda dengan laut yang berada di luar selat yang kita kenal dengan nama samudra raya. Plato berusaha menjelaskan bahwa “samudra Atlantik=samudra raya” yang maha luas yang mengelilingi dunia.
“..laut yang di dalam selat hanyalah sebuah bandar mempunyai pintu masuk yang sempit, tetapi yang di sana itu adalah benar-benar laut…” (dialog Timaeus)
Sebenarnya jika kita perhatikan peta-peta kuno Anaximander and Hecataeus, garis cakrawala atau ‘lingkaran piring’ yang menjadi pembatas antara Oceanus dan dunia bawah, tidak lain adalah garis katulistiwa. Apalagi yang di bagian selatan (tidak terlihat pada peta) tidak lain adalah pesisir timur Afrika yang semenjak Jaman Perunggu sudah menjadi pusat perdagangan. Bangsa Fenisia (Yunani: “Phoenicia”, Ibrani: “Kanaan”) dan Austronesia tahu betul wilayah ini.
Begini, di masa Plato kota-kota pelabuhan Fenisia sudah tersebar di penjuru Mediterania mulai dari Kanaan (Libanon, Suriah, Israel), pesisir Afrika Utara (Maroko, Tunisia, Aljazair, Mesir), Italia, Sisilia, Korsika, Turki, bahkan hingga “neraka” Tartarus atau semenanjung Iberia (sekarang Spanyol-Portugis). Tidak cukup di situ, Fenisia juga aktif berdagang hingga ke Inggris Raya dan negeri-negeri timur di samudra India.
Sekarang saya coba telusuri hubungan perdagangan Fenisia dengan Yunani di mulai dari, tidak jauh-jauh, misalnya dari kota asal para pembuat peta bumi, Hekataeus dan Anaksimander, yang kebetulan sama-sama berasal dari Miletus, Anatolia (sekarang Turki). Di sana di temukan sebuah inskripsi kuno yang menyebut penggunaan cinnamon (kayu-manis) dan cassia (kayu-manis wangi) yang sangat mahal harganya untuk di persembahkan kepada dewa matahari Apollo.
Yahudi juga tidak asing dengan cinnamon dan cassia. Di dalam Old Testament keduanya tercantum dalam daftar pembuatan minyak urapan kudus yang di ramu oleh Musa. Karena telah menjadi tradisi tentu sulit mengetahui kapan pertama kali rempah-rempah di gunakan, tetapi Yunani dan Yahudi tidak terlalu khawatir karena secara turun temurun mereka mendapatkan barang-barang eksotis tersebut dari bangsa Fenisia, rekan dagang sekaligus rival mereka di Mediterania. Mereka juga membawa berbagai jenis rempah mahal lainnya yang juga di kenal di dalam tradisi Yahudi seperti cendana dan gaharu. Fenisia juga menyebarkan ayam (Gallus gallus) di wilayah Mediterania hingga Iberia. Ayam, penting bagi Yunani kuno karena unggas yang mahal tersebut di gunakan sebagai persembahan kepada Athena, Ares, dan Herkules. Sepertinya barang-barang yang di anggap eksotis dan mahal hampir semuanya berasal dari bangsa Fenisia.

FENISIA: AKAR LITERATUR
“Abjad Fenisia di ketahui sebagai akar dari aksara Eropa, berasal dari Atlantis. ” (Ignatius Donelly-”Atlantis:The Antediluvian World”)
Athena merupakan salah satu kota tertua di dunia yang masih di huni hingga sekarang. Tercatat semenjak 3400 tahun lalu, kota Athena menjadi tempat kelahiran filsuf-filsuf dan ilmu-ilmu yang menjadi tiang-tiang penyangga sekarang ini seperti; sejarah, kartografi (pemetaan, atlas) geografi, matematika, demokrasi, dan masih banyak lagi. Sistem penulisan dengan menggunakan huruf hidup seperti yang kita gunakan sekarang juga terlahir di sini.
Meski begitu, akar dari literatur Yunani sebenarnya berasal dari Fenisia. Di adaptasi ketika Yunani memulai lagi peradaban mereka dari nol. Jaman itu sering di sebut Jaman Kegelapan Yunani (1200 SM-800 SM). Ironisnya, Jaman Kegelapan Yunani bersamaan dengan jaman keemasan Fenisia, karena kota-kota pelabuhan mereka mulai menyebar di seluruh Mediterania sejak 1550 SM hingga 300 SM sebelum akhirnya jatuh ke tangan Persia dan terpecah menjadi beberapa wilayah. Di era inilah dua karya epik besar Homerus, Iliad dan Odyssey, lahir. Epik yang pertama terfokus seputar perang Troya, sementara yang kedua mengisahkan masa pengembaraan Odyssey di mana terdapat kisah Atlantis, versi Homer, yang akan saya jabarkan pada pembahasan berikutnya.
Aksara kuno Fenisia ini di sebut Alfabet Proto-Sinai/ Proto-Kanaanite yang sempat di gunakan pada Jaman Perunggu-Tengah (2000 SM-1500 SM). Huruf-huruf ini merupakan hasil adaptasi dari hiroglif Mesir (prasasti Wadi el-Hol). Di duga hasil inovasi para “tentara dan pedagang” di wilayah sekitar Kanaan, Sinai, dan Mesir-Tengah, huruf-huruf tersebut juga merupakan sejarah awal aksara Semit. Proto-Sinai perlahan mulai menggunakan bahasa Semit menggantikan bahasa Mesir, contohnya pr (peru, pura, para) yang artinya ‘rumah’ di ganti dengan bt (bet, beth, bayt).
Turunan silsilah Proto-Sinai/ Proto-Kanaan
Selama 4000 tahun (1800 S.M-1300 M)
(huruf yang di cetak tebal masih di gunakan hingga sekarang, perhitungan tahun di bulatkan dalam perkiraan)
silsilah pada gambar hasil rekonstruksi dari: History_of_the_alphabet (Wikipedia) Brahmic_scripts (Wikipedia) Proto-Sinaitic_alphabet (Wikipedia)
.
Dari gambar silsilah di atas jelas menunjukkan bahwa sistem penulisan Fenisia adalah yang terluas pengaruhnya di dunia selama 4000 tahun terakhir. Namun seiring berlalunya jaman, bahasa Fenisia pun turut punah dan wilayah-wilayah di mana kota-kota pelabuhan mereka berada juga menjadi terpilah-pilah dan menjadi wilayah-wilayah yang berdiri sendiri, khususnya di era Hellenes dan Romawi. Sementara barang-barang yang mereka perdagangkan masih tetap di butuhkan dan masih memiliki nilai yang tinggi, bahkan hingga sekarang. Karena tingginya permintaan, dan semakin majunya ilmu pelayaran dan navigasi, maka tidaklah mengherankan jika bayangan misterius Nusantara sebagai sumber yang selalu tertutup dan di tutupi, lambat laun mulai terkuak.
CINNAMON ROUTE
“Laut yang sering di arungi oleh Yunani, melewati tiang-tiang Herkules, yang di sebut Atlantik dan laut Erythraea (samudra India) terletak di laut yang sama.” (History I:203)
Sebelum masa Plato, Herodotus dari Halicarnassus (sekarang Bodrum, Turki) melakukan perjalanan seperti Solon tetapi tidak hanya terpaku pada peradaban si sepanjang sungai Nil saja, tetapi juga menjelajahi Mediterania bahkan mencapai India. Seluruh perjalanannya ia catat dalam karyanya berjudul History (historia artinya ‘selidik’ atau ‘telusur’ yang nantinya di adopsi ke dalam bahasa latin menjadi ‘sejarah’ kemudian di serap ke dalam bahasa inggris).
Kutipan dari History (440 SM) di atas menjelaskan bahwa samudra Atlantik dan samudra India terletak di laut yang sama yaitu; Oceanos atau samudra raya. Ini sekaligus menjelaskan kenapa Yunani belum juga eksis dalam perdagangan di wilayah samudra India. Menempuh perjalanan dari Mesir, Herodotus akhirnya memang menemukan barang-barang yang di perdagangkan oleh Fenisia. Ia menemukan barang-barang eksotis tersebut di Afrika Timur (Ethopia) dan Arab Selatan seperti, kemenyan, wewangian, kayu manis, mur, dan sejenisnyatermasuk gading, ebony (kayu hitam), dan emas. Herodotus mengira barang-barang tersebut memang berasal dari wilayah-wilayah ini. Padahal cerita-cerita yang ia dengar yang menyelimuti kayumanis dan beberapa rempah jenis lainnya sebenarnya hanya dongeng-dongeng yang mengagumkan untuk menyembunyikan di mana sebenarnya barang-barang tersebut berasal.
Ratusan tahun kemudian, rahasia siapa sebenarnya pembawa barang-barang eksotis tersebut akhirnya terbongkar juga di awal abad Masehi oleh Pliny the Elder (23-79M). Pliny menulis;
“Ethiopia membelinya dari negeri-negeri tetangga mereka yang ternyata, juga memesan dari bangsa lain, yang datang dari samudra luas dengan perahu tanpa kemudi maupun kayuh atau bantuan lain untuk navigasi. Mereka membawa kayu manis dan menukarnya dengan barang pecah-belah dan barang-barang jadi terbuat dari perunggu, pakaian, bros, gelang, dan kalung. Sepertinya mereka mengutamakan apa yang di inginkan wanita.”
Cinnamon (Cinnamomum verum) dan cassia (Cinnamomum aromaticum), keduanya kita kenal sebagai kayu manis dan asli berasal Asia Tenggara termasuk Srilanka. Dan bangsa maritim Indonesia-lah yang membawanya dalam route ekspress dari Maluku langsung ke Afrika Timur. Route ini di kenal dengan nama “cinnamon route”. Sebuah route yang menembus samudra luas dengan jarak lebih dari 3000 mil. Hal ini di mungkinkan karena kelebihan Austronesia memakai perahu double outrigger. Perahu outrigger (Indonesia/ Filipina; wangka, bangka, Maori: waka ama, Hawaii: Wa’a) adalah perahu khas Austronesia yang mempunyai rangka khusus untuk keseimbangan yang di pasang di salah satu sisi perahu. Umum di gunakan nelayan di wilayah Asia Tenggara hingga Pasifik, perahu jenis ini mampu melaju dengan cepat dan bisa mengarungi samudra terbuka. Ini jelas berbeda dengan jenis perahu biasa yang hanya mampu menelusuri sungai atau pesisir pantai saja. Sementara jenis double-outrigger adalah perahu yang mempunyai rangka-ganda sehingga, seperti layaknya burung, perahu ini seperti mempunyai dua sayap untuk keseimbangan dan kecepatan. Dan jenis ini lah yang di gunakan untuk perdagangan lintas samudra.
Austronesia
Tidak mengherankan jika melihat keterikatan budaya antara Indonesia dan Madagaskar saja, hubungan perdagangan keduanya di mungkinkan semenjak milenium ke-2 SM, apalagi kayu manis memang telah mencapai Mesir sejak 2000 SM. Wajar juga jika di Miletus, kota para pembuat peta itu berasal, kayu manis di persembahkan untuk dewa matahari Apollo, yang identik dengan timur di mana negeri Surya terletak dan rempah-rempah itu berasal.

PUTRI ATLAS
Karena Mesir dan Yunani mempunyai leluhur yang sama maka oleh Solon di terjemahkan dari bahasa Mesir ke dalam bahasa Yunani hingga muncullah nama Atlantis (Ατλαντίς) yang secara harfiah berarti ‘putri Atlas’ atau Atlas-feminin. Bukan sesuatu yang baru mengingat banyaknya legenda mengenai putri-putri Atlas. Ada yang berhubungan dengan taman Hesperides, dan ada yang berhubungan dengan konstelasi Taurus. Tetapi ada pula yang di percaya sebagai bagian dari sejarah, khususnya karya Homerus atau Homer, sastrawan tuna netra yang berasal dari Ionia. Secara tradisi ia selalu di hubungkan dengan kisah epik perang Troy dan sesudahnya, Iliad dan Odyssey. Ketika aksara Yunani di pergunakan, tembang-tembangnya di tulis ke dalam aksara tersebut hampir 3000 tahun yang lalu, jauh sebelum masa Plato, Herodotus, maupun Solon.
Berdasarkan satu fragment yang tertulis dalam Iliad, pada jaman Yunani purba ternyata tidak seperti Yunani kuno yang mengutamakan 12 dewa-dewi Olimpus, melainkan Tiga Dewa yang mempunyai wilayah sendiri-sendiri, masing-masing di pimpin oleh Zeus (langit), Poseidon (tengah; bumi dan laut), dan Hades (dunia bawah). Kemudian yang berkenaan dengan banjir Atlantis adalah kisah bangsa maritim di negeri Ogygia. Negeri tersebut hancur di landa bencana air bah dan Plato sendiri memberi angka 9500 SM untuk peristiwa tersebut, menyamakannya dengan banjir Atlantis. Uniknya lagi, kata Ogygia berarti ‘primitif’ sekaligus ‘di awal fajar’, menunjukkan bahwa pulau tersebut adalah pulau kehidupan awal yang berada di timur. Kata Ogygia mirip dengan kata purba, perba, purwa, purwo, yang juga mengandung kedua arti tersebut. Menariknya kehidupan Atlantis-Ogygya berbau dongeng futuristik yang menakjubkan, karena adanya:
  • Permainan bola (di pantai)

  • Anjing mekanik (terbuat dari emas dan perak)

  • Perahu kapal secepat elang (dan ‘air mendidih’ di belakangnya)

.
Yang menjadi Atlantis, atau putri Atlas, namanya Calypso dan kisahnya terdapat di dalam Odyssey (Ulysses). Di ceritakan Calypso sebagai penguasa pulau Ogygia menahan Odiseus selama tujuh tahun agar tidak kembali ke kampung halamannya di Ithaca. Athena mengeluh tentang tindakan Calypso kepada Zeus. Zeus lalu mengirim utusannya, Hermes, untuk menghadap Calypso dan memerintahkan untuk melepas Odiseus. Calypso akhirnya mengizinkan Odiseus untuk membangun rakit kecil dan meninggalkan pulau tersebut. Setelah berlayar, tiba-tiba badai datang dan menghancurkan rakitnya. Odiseus hanyut lalu terdampar di Scheria.
Putri Nausikaa dan pelayannya pergi ke pantai dan bermain bola dengan ceria. Tawa dan teriakan mereka kemudian membangunkan Odiseus yang terdampar. Melihat keadaan Odiseus yang berantakan, para pelayan melarikan diri karena mereka tidak pernah melihat orang asing sebelumnya, kecuali putri Nausikaa. Ia bersikap ramah, lalu menyediakan pakaian, makanan dan minuman untuk Odiseus, kemudian ia mengarahkan dia ke istana Raja Alkinoös.
Dalam perjalanan ke istana, Odiseus bertemu Athena yang menyamar sebagai seorang gadis lokal kecil. Athena menyarankan dengan jelas tentang bagaimana untuk memasuki istana, yang dijaga oleh anjing mekanik terbuat dari perak dan emas, yang dibangun oleh Hephaestus. Istana ini dikelilingi — tembok perunggu yang bersinar seperti matahari — dan gerbang terbuat dari emas. Di dalamnya terdapat taman yang megah dengan pohon-pohon yang tumbuh segala macam buah-buahan, pir, delima, dan apel, sepanjang tahun. Istana ini bahkan dilengkapi dengan sistem pencahayaan yang terdiri dari patung-patung muda-mudi terbuat dari emas dengan obor menyala di tangan mereka untuk memberikan terang pada malam hari. Setelah melewati kota, ia diperintahkan untuk masuk ke istana dan memohon belas kasihan dari ratu Arete. Odiseus, ditutupi dengan jubah awan yang disediakan oleh Athena, melewati seluruh sistem perlindungan istana dan memasuki ruang istana dan tangannya merangkul kaki ratu sambil menampakkan dirinya. Tentu saja raja Alkinoös dan orang-orang di sekitarnya terkejut melihat orang asing berjalan di dalam istana mereka tetapi mereka tetap berusaha bersikap ramah. Setelah Odiseus memberi tahu Alkinoös dan wakil-wakilnya tentang siapa dirinya berikut kisah petualangannya seusai Perang Troya, mereka segera menawarkan bantuan. Odiseus akhirnya pulang ke Ithaca di antar oleh bangsa Phaiakia.
Bangsa Phaiakia memiliki kapal yang luar biasa dan berbeda dengan kapal-kapal di masanya. Kapal-kapal ini dikendalikan oleh pikiran. Alkinoös berkata bahwa, bangsa Phaiakia pernah membawa Rhadamanthus ke Euboea, “yang merupakan tempat terjauh dari tempat manapun” dan kembali pada hari yang sama. Dia juga menjelaskan kepada Odiseus informasi kapal macam apa yang di gunakan oleh bangsa maritim Phaiakia untuk mengantarnya pulang ke Ithaca.
“Katakan, juga kepada negerimu, bangsa, dan kota, bahwa kapal-kapal kami dapat membentuk tujuan mereka menurut penyesuaian dan membawamu ke sana. Karena bangsa Phaiakia tidak memiliki pengemudi; maupun kemudi seperti layaknya bangsa-bangsa lain, tetapi kapal-kapal itu sendiri mengerti apa yang kita pikirkan dan inginkan; dan tahu semua kota dan negara-negara di seluruh dunia, dan dapat melintasi laut meski tertutupi oleh kabut dan awan, sehingga tidak ada bahaya akan terjadinya kerusakan..”
Homer juga menggambarkan kapal Phaiakia secepat elang dan memberikan gambaran nyata tentang keberangkatan kapal.
“Kapal melaju seperti kereta kuda dengan ‘empat tangan’ melaju di atas jalurnya ketika kuda-kuda merasakan cambuk. Lekuk haluannya seperti leher kuda jantan, dan gelombang besar air berwarna biru gelap mendidih di belakangnya. Ia stabil berada di jalurnya, dan bahkan seekor elang, yang tercepat dari semua burung, tidak mampu menyamai untuk tetap melaju bersamanya.”
Kata Yunani Phaiakians (Φαίακες) adalah berasal dari phaios (φαιός) yang berarti abu-abu, tentu bangsa Phaiakia di artikan sebagai bangsa yang berkulit gelap. Bangsa Phaiakia tidak ikut dalam Perang Troya dan tidak tahu siapa Odiseus sehingga mereka menyebutnya orang asing. Scheria adalah negeri bangsa Phaiakia yang terletak di belahan timur dan di gambarkan oleh Homer sebagai negeri yang yang paling jauh dan tidak ada manusia yang mempunyai pengetahuan tentang tempat ini.
Atlantis-Mesir (Plato) dan Atlantis-Yunani (Homer) sama-sama bercerita tentang negeri kepulauan yang di landa banjir. Negeri tersebut adalah negeri bangsa maritim yang ahli di bindang agrikultur, pelogaman,dan pelayaran. Karena letak Ogygya di timur, tentu ini di luar nalar Yunani kuno yang saat itu Mediterania masih di anggap ‘seluruh dunia’. Berbeda dengan Atlantis-Plato yang menyebut-nyebut samudra Atlantik dan pilar-pilar Herkules, wilayah yang mereka kenal di wilayah barat.
Seperti yang telah di jabarkan sebelumnya, keadaan lambat laun berubah setelah Herodotus melakukan penyelidikan ke Mesir dan menjadi Hellenes pertama yang melakukan perjalanan ke Persia dan India. Karena pengalaman Herodotus dan terjemahan puisi-puisi Solon, Plato kemudian menyimpulkan bencana Atlantis dan Ogygia terjadi pada saat yang bersamaan. Intinya, Plato berusaha menjelaskan bumi yang mempunyai dua sisi seperti uang logam, dan ia menerangkan sisi yang tidak terlihat.
Negeri Atlantis, sebagai kembaran Meditearnia, juga mempunyai ciri-ciri; laut tersendiri, pulau-pulau dan gunung-gunung api, wilayah yang rawan gempa dan tsunami, sama-sama mempunyai selat yang menghubungi ke samudra raya, dan sama-sama di bawah naungan Poseidon, dewa yang di gambarkan membawa trisula. Pada gambar sengaja negeri Atlantis saya letakkan agak ke bawah sesuai dengan lokasinya, baik di wilayah khatulistiwa (‘garis matahari’), atau ‘dunia bawah’ menurut tradisi Mediterania. Sementara penghubung kedua kolam saya buat garis simbolis, yang berisikan petunjuk-petunjuk penting yang tertulis di dalam dialog Timaeus. Anggap saja anda sekarang berada di negeri Atlantis, lalu berlayar ke arah timur;
  • Atlantis di kelilingi benua tanpa batas

  • Emparium Atlantis menguasai seluruh pulau, beberapa pulau lain, dan sebagian dari benua itu

  • Atlantis merupakan jalan ke pulau-pulau lain (Oceania)

  • Dari pulau-pulau ini (Oceania) bisa menerobos ke benua yang berlawanan (Amerika) yang di kelilingi samudra-nyata (samudra raya)


.
Sekarang kita tahu benua yang berlawanan adalah Amerika, dan ‘samudra yang mengelilingi’ atau “samudra-nyata” adalah Pasifik, samudra terluas dan terdalam, itupun setelah di temukan oleh Columbus dan pelau-pelaut barat lainnya, 1700 tahun setelah jaman Plato. Langkah berikutnya tinggal mencari sisa-sisa negeri Atlantis yang mempunyai ciri-ciri; tropikal, penghasil berbagai macam logam mulia, rempah-rempah, gading, buah kelapa, pisang, wewangian, hanya mempunyai dua musim, dan negerinya orang-orang maritim. Dan bagi para Atlantolog yang masih menganggap Atlantis berada di dalam Mediterania, samudra Atlantik, Antartika, Kutub Utara, sepertinya harus berpikir lebih keras lagi bagaimana mempertahankan surga Atlantis tetap berada di wilayah yang mereka usulkan. Namun semakin keras usaha mereka, semakin memudar ke”barat”an Atlantis.
(bersambung)

Referensi:
Michael H. Hart “Understanding Human History” hal.155
Atlas Mountains – Wikipedia
www.atlantisbolivia.com
Phoenicia – Wikipedia
Miletus – Wikipedia
Cinnamon – Wikipedia
Exodus 30:22-25, I Raja-Raja 10:11-12, Bilangan 24:6, Amsal 7:17, Mazmur 45:8
Chicken – Wikipedia
Greek Dark Ages – Wikipedia
Phoenicia – Wikipedia
Proto-Sinaitic alphabet – Wikipedia
Genealogy of scripts derived from Proto-Sinaitic – Wikipedia
Proto-Sinaitic alphabet - Wikipedia
Histories III: 111
Ancient history of Yemen - Wikipedia
Spice trade - Wikipedia/ Background
www.chinese-unicorn.com/qilin/book/contents (”20. The Cinnamon Route”; “Pliny” di kutip oleh Miller 1969, hal 156)
Cinnamon - Wikipedia
Rhapta - Wikipedia
Outrigger canoe - Wikipedia
Rhapta - Wikipedia (Miller, J. Innes. 1969. Chapter 8: “The Cinnamon Route”. In: The Spice Trade of the Roman Empire. Oxford: University Press)
Ogyges - Wikipedia
Poseidon – Wikipedia
Ogygia - Wikipedia
Scheria - Wikipedia

Julius Manihuruk