Beranda » Truman dan Bom Atom

Truman dan Bom Atom

Dalam film Truman (1995), Presiden Amerika Henry S. Truman sering menyebut kata “Manhattan”. Manhattan adalah sebuah nama proyek pembuatan bom atom yang dipimpin Julius Robert Oppenheimer, seorang fisikawan AS yang juga penggemar kitab Bhagavad Gita. Bom atom yang dilahirkan dari proyek itu awalnya tidak akan digunakan untuk menghancurkan Jepang. Bom itu lahir karena ketakutan terhadap Jerman.



Tapi Truman tidak pernah lupa terhadap nyawa yang “dicabut” ratusan pesawat tempur Jepang di Pearl Harbor tahun 1941. Mungkin sudah waktunya Amerika membalas Jepang dan menghentikan Perang Dunia II.



Truman ternyata manusia biasa. Jika ia menjatuhkan bom atom di Jepang, perang mungkin belum akan usai, dan ia akan terus dibenci orang-orang Jepang. Ada keraguan. Ada perasaan takut dibenci.




Kepada seorang sahabatnya, Truman akhirnya berkata:



Jika aku tidak menjatuhkan bom itu [di Jepang], akan lebih banyak lagi tentara kita yang tewas dalam serangan Jepang. Begitu juga pasukan mereka, perempuan dan anak-anak.



Pesawat pembom Boeing B-29 Enola Gay diluncurkan. Sebuah bom yang diberi nama Little Boy dijatuhkan di Hiroshima pada 6 Agustus 1945. Kepulan asap berbentuk jamur bangkit dari pusat kota Hiroshima. Kota itu tersapu bersih puluhan kilometer. Hiroshima luluh lantak. Tetapi Jepang bergeming. Jepang masih belum menyerah dan terus menduduki Asia-Pasifik.



Pada hari itu juga Truman berpidato untuk warga Amerika:



Enam belas jam yang lalu, pesawat Amerika menjatuhkan sebuah bom di Hiroshima. Bom itu adalah bom atom. Kekuatannya luar biasa. Jepang memulai perang dengan menyerang Pearl Harbor. Dan perang belum akan berakhir. Kita akan menghancurkan dok mereka, pabrik-pabrik mereka, dan jalur komunikasi mereka. Kita benar-benar akan membinasakan Jepang. Ini semua semata untuk menyelamatkan penduduk Jepang dari segala kerusakan. Pemimpin Jepang menolak ultimatum kita. Jika mereka terus menolak permintaan kita, mereka akan terus mendapat serangan udara, dan mengalami kehancuran yang tidak pernah mereka saksikan sebelumnya di muka bumi ini.




Jepang tidak gentar. Tak ada tanda-tanda menyerah dari mereka setelah Hiroshima rata dengan tanah.



Pada 9 Agustus, sebuah bom yang jauh lebih dahsyat dan dinamakan Fat Boy dijatuhkan di Nagasaki.



Lebih dari 200 ribu orang tewas di kedua kota, dan 400 ribu orang masuk dalam daftar hibakusha (warga kedua kota yang selamat dari bom atom). Jepang akhirnya menyerah tanpa syarat kepada Amerika dan sekutunya pada 14 Agustus 1945. Perang Pasifik pun berakhir. Tapi efek dari tragedi itu tak pernah berakhir hingga hari ini: para hibakusha tetap menderita kanker dan cacat tubuh.



Setiap tahun, Hiroshima dan Nagasaki memperingati pengeboman itu. Peringatan tahun ini agaknya unik karena cucu Harry Truman juga turut memperingatinya di Jepang.



Clifton Truman Daniel (55 tahun), cucu tertua Harry Truman, mengunjungi Jepang bulan ini. Ia datang didampingi Ari Beser (24 tahun), cucu Jacob Beser, pilot pesawat Enola Gay. Selain ingin ikut acara peringatan pemboman di Hiroshima dan Nagasaki, mereka juga ingin bertemu para hibakusha yang masih hidup.



Tapi apa sebenarnya yang mendorong mereka datang ke Jepang?




Yang mendorong Daniel untuk datang ke Jepang adalah kisah Sadako Sasaki. Empat belas tahun sebelumnya, Daniel membaca kisah Sadako Sasaki yang masih berusia dua tahun ketika bom atom dijatuhkan di Hiroshima. Sasaki masih hidup hingga kini, dan menderita kanker.



Karena tersentuh, Daniel yang juga wartawan itu menulis tentang kisah Sadako. Tulisannya disirkulasikan ke seluruh dunia, dan seorang wartawan Jepang membaca tulisan Daniel itu. Wartawan itu pun terbang ke Amerika dan mewawancarainya. Orang Jepang ingin tahu apa efek dari kisah Sadako terhadap keturunan Truman. Setelah hasil wawancara itu disiarkan, nama Daniel Truman pun dikenal di Jepang.



Kebetulan kakak lelaki Sadako yang bernama Masahiro Sasaki membaca wawancara itu. Ia pun kemudian menghubungi Daniel dan mengundangnya ke Hiroshima. Tapi Daniel agaknya belum siap menerima kenyataan bahwa negara yang akan dikunjunginya adalah negara yang pernah dihancurkan kakeknya sendiri. Baru satu dekade kemudian Daniel dapat memenuhi undangan Masahiro untuk datang ke Jepang.



Pertemuan mereka ternyata sungguh akrab karena perang memang telah usai, dan cucu Truman itu dianggap tidak turut bertanggung jawab terhadap keputusan kakeknya. Daniel mengatakan bahwa tujuannya datang ke Jepang adalah menghormati warga Jepang yang tewas dalam pemboman itu, dan memastikan bahwa penjatuhan bom atom seperti itu tidak terjadi lagi di mana pun juga. Ia juga ingin mendengar secara langsung penderitaan para hibakusha yang lain.



Ia kemudian bertemu dengan Hiroyuki Goto yang selamat dari pemboman. Goto mengatakan bahwa ia tidak membenci Amerika. Tetapi ia masih ingat dengan jelas betapa sulitnya hidup pada masa perang seperti itu. Ia juga meyakini bahwa pemboman itu adalah takdir yang tidak dapat dihindari oleh Jepang dalam kondisi apapun. Ia pun mengharapkan bahwa pertemuannya dengan cucu Truman memberikan pesan perdamaian kepada dunia.



Namun, lebih dari itu, Goto dan juga Daniel sebenarnya punya satu tujuan yang sama: dunia yang bebas dari senjata nuklir. Ketika dunia bebas dari senjata nuklir, tidak ada lagi orang yang mengutip Bhagavad Gita seperti halnya Oppenheimer selepas melihat bom jatuh di Jepang:

Now, I am become Death, the destroyer of worlds.

1345150354862371449


Ari3f