Beranda » Sejarah Hitam Kemanusiaan di Altar Suci Para Nabi

Sejarah Hitam Kemanusiaan di Altar Suci Para Nabi

Ketika pandangan kita arahkan ke alur sejarah umat manusia, maka akan tampak jelas di hadapan kita bahwa di sepanjang sejarah peradaban manusia itu selalu muncul pertarungan abadi antara kubu kebenaran melawan kubu kebatilan, suatu perjuangan abadi antara pengusung keadilan berhadapan dengan pengusung kezaliman. Dan, hakikat sejarah itu terus berlangsung sampai saat ini.

Lihatlah Adam, Bapak umat manusia, dan putra-putranya. Adam memiliki dua orang putra, yakni Qabil dan Habil. Kepada kedua putranya itu Adam menyampaikan titah Tuhan untuk memberikan kurban sebagai wujud persembahan mereka kepada Sang Penguasa Semesta. Namun, apa yang terjadi, sebagaimana dikisahkan di dalam Kitab Suci, kurban yang dipersembahkan Habil diterima oleh Tuhan sementara, persembahan dari saudaranya Qabil ditolak.

Persembahan Habil diterima karena ia telah memberikan kurban yang terbaik berupa hewan buruan yang paling bagus, sedangkan Qabil memberikan kurbannya berupa hasil tanaman yang telah layu dan busuk. Dan, dikisahkan bahwa kemudian Qabil membunuh saudaranya Habil, karena rasa iri hatinya. Habil dan Qabil merupakan dua manifestasi, yaitu manifestasi dari kebenaran dan kebatilan, keadilan dan kezaliman, kemanusiaan dan kesetanan, yang terus berlangsung di sepanjang sejarah dan peradaban umat manusia.

Kita lihat Nuh, Utusan Tuhan kepada kaumnya. Mereka menolak seruan Nuh untuk mengikuti jalan yang telah ditetapkan Tuhan untuk keselamatan mereka. Nuh mengajak mereka untuk menyembah Tuhan Yang Satu. Dan, Ia telah memperingatkan kaumnya akan azab Tuhan apabila mereka tetap membangkang. Akhirnya, Nuh membangun sebuah kapal besar yang akan membawa dan menyelamatkan umatnya dari sebuah banjir besar yang akan melanda dunia di masa itu. Ketika, hal itu menjadi kenyataan, maka Nuh dan para pengikutnya selamat, namun kaum pembangkang termasuk anak dan isterinya sendiri tenggelam ditelan banjir tersebut.

Masa terus bergerak ke zaman Ibrahim. Sang Nabi yang dikenal Bapak monoteisme. Ia dengan cara yang sangat rasional mencoba membangkitkan kesadaran masyarakatnya untuk hanya menyembah kepada Tuhan Yang Satu dan meninggalkan kepercayaan kepada berhala-berhala mereka. Seruan Ibrahim itu mendapat tentangan keras dari Raja Namrud, yang berkuasa pada saat itu. Karena, baginya kebodohan rakyat yang tenggelam dalam kepercayaan yang tidak rasional merupakan suatu harus dilestarikan demi kelangsungan kekuasaannya. Melihat adanya ancaman dari gerakan penyadaran yang dibawa oleh Ibrahim terhadap kekuasaannya, Namrud kemudian memutuskan untuk menghukum Ibrahim dengan cara membakarnya hidup-hidup.

Berkat kekuasaan Tuhan Ibrahim diselamatkan dari api Namrud. Kemudian, cobaan terhadap Ibrahim masih berlanjut. Ia diperintahkan Tuhan untuk membawa Isteri dan anaknya, Ismail yang masih bayi, ke sebuah kawasan tandus, yang di kemudian hari dikenal sebagai Mekah. Hajar isteri Ibrahim dan Ismail anaknya ditinggalkan berdua di padang tandus tersebut. Hajar harus berjuang keras untuk mempertahankan kehidupan diri dan anaknya tanpa bantuan siapa pun. Dan, perjuangan itu tidak sia-sia. Karena, kemudian muncul mata air yang merupakan sumber kehidupan yang mengawali munculnya peradaban baru di semenanjung Arabia.

Namun, cobaan dan ujian terhadap Ibrahim masih belum berakhir. Kali ini, Ia diperintahkan Tuhan untuk memberikan kurban, yaitu dengan menyembelih anaknya sendiri, Ismail. Setelah mereka berdialog atas perintah yang sangat berat tersebut, Ibrahim dan Ismail dengan tulus dan pasrah akhirnya bersedia menjalankan persembahan tersebut. Namun, kemudian Tuhan secara tiba-tiba mengganti sembelihan Ibrahim tersebut dengan seekor domba. Maka, selamatlah Ismail dan darinya nanti akan lahir seorang utusan terakhir di tengah-tengah bangsa Arab untuk memimpin dunia.

Kemudian, Musa tampil di tanah Mesir. Musa sejak masih bayi tinggal dan dipelihara di dalam istana Firaun. Ia berada di jantung kekuasaan yang sangat zalim pada masa itu. Bani Israel, kaumnya Musa, diperbudak dan diperlakukan tanpa perikemanusiaan untuk menjungjung tinggi kekuasaan Firaun. Bahkan, Sang Firaun telah mengklaim dirinya sebagai tuhan, yang berkuasa untuk berbuat apa pun. Melihat hal itu, Musa bangkit untuk mengingatkan Firaun bahwa seharusnya ia tunduk kepada kekuasaan Tuhan Semesta Alam dan membebaskan rakyat dari penindasan. Namun, karena kepongahannya, Firaun tidak mau mendengar dan mengikuti nasehat Musa. Bahkan, ia memerintahkan aparatnya untuk membunuh Musa dan para pengikutnya. Dan, akhirnya, Firaun dan pasukannya tenggelam di laut Merah, setelah melakukan pengejaran terhadap Musa dan kaumnya.

Sebagai penerus Musa, kemudian Isa lahir di tanah Palestina dari rahim perawan suci Maryam. Dia hadir sebagai manifestasi kasih sayang Tuhan untuk menuntun dan memberi pengajaran kepada bangsa Israel yang telah kering jiwanya. Namun, dia ditolak karena kursi kerohanian bangsa Israel telah didominasi oleh kelompok Yahudi yang ingin mempertahankan posisinya sebagai penguasa bangsa Israel. Karena itu, mereka berusaha untuk menyingkirkannya yang kemudian berakhir dengan tragedi berdarah penyaliban “Yesus” di bukit Golgota.

Ketika dunia tengah berada dalam situasi kelam, di tanah Arab lahir seorang anak, yang nasabnya bersambung kepada Ismail. Dia oleh kakeknya, Abdul Muthalib, diberi nama Muhammad. Sejak kecil ia telah menunjukkan tanda-tanda yang luar biasa. Sejak masa kanak-kanak pula ia mulai ditugaskan untuk menggembala domba dan diajak oleh pamannya untuk berniaga sampai ke negeri Syam. Anak itu dikenal oleh para rahib Nasrani pada masa itu memiliki tanda-tanda kenabian. Kemudian terbukti pada usia ke 40, Muhammad diangkat menjadi manusia pilihan Tuhan untuk kembali menegakkan ajaran monoteisme yang telah diusung oleh leluhurnya, Musa, Ibrahim, Nuh, dan Adam.

Atas ajaran yang dibawanya itu, Muhammad mendapat tentangan keras dari kaumnya sendiri di kota Mekah. Karena itu, ia kemudian menyingkir ke kota Taif untuk mengajak penduduk di sana agar mengikuti ajaran yang hanya menyembah kepada Tuhan Yang Satu dan berbuat baik kepada setiap orang. Namun, di kota itu ia pun tidak diterima dengan baik, bahkan mereka mengusir dan melemparinya dengan batu sehingga luka-luka. Namun demikian, Muhammad tetap bersabar dan tetap mendoakan agar mereka mendapat petunjuk. Sementara itu, situasi di Mekah semakin tidak kondusif, hingga ia dan kaum kerabatnya mengalami pemboikotan dan diasingkan ke sebuah lembah tandus di kota Mekah agar tidak bisa lagi mempengaruhi masyarakat di sekitarnya. Penderitaan yang dihadapi oleh Sang Nabi akhir zaman itu baru berakhir setelah 3 tahun mengalami masa pengasingan.

Namun, para pemuka kaum Qureisy di kota Mekah tetap bersikeras bahwa Muhammad harus disingkirkan, karena mereka memandangnya telah merusak keyakinan dan tatanan sosial yang berlaku selama ini. Akhirnya, mereka memutuskan untuk membunuh Muhammad secara bersama-sama melalui perwakilan dari suku mereka masing-masing. Akan tetapi, seperti dinyatakan dalam sejarah, rencana jahat para tokoh Qureisy tersebut mengalami kegagalan. Muhammad pun berhasil lolos dari kepungan mereka untuk kemudian pergi ke Madinah. Di Kota inilah Pemimpin para utusan Tuhan itu mulai menemukan keleluasaan dalam menyampaikan misi suci yang dibawanya. Hanya dalam waktu 10 tahun, Nabi Muhammad dan para pengikutnya kemudian berhasil kembali ke kota Mekah dan menjadikannya berada di bawah kendalinya.

Setelah berhasil menaklukkan Mekah dan menjalankan ibadah Haji, sebagai ritual yang berasal dari kakeknya Ismail dan Ibrahim, yang hanya satu kali dan terakhir kali dikerjakan semasa hidupnya, Nabi Muhammad pun memutuskan untuk kembali ke Madinah. Di tengah perjalanan pulang itu, kemudian turun wahyu yang mengisyaratkan akhir kenabiannya dan ia diperintahkan untuk mengumumkan kepada khalayak bahwa saudaranya, Ali bin Abi Thalib, adalah pemimpin yang akan melanjutkan misinya. Tak lama kemudian, ia pun wafat. Setelah itu, secara tiba-tiba ada sekelompok orang menyatakan bahwa mereka telah memilih seorang khalifah, yaitu Abu Bakar, sebagai pemimpin atas kaum Muslim.

Peristiwa itu telah menandai suatu perubahan yang sangat mendasar dan krusial dalam tubuh umat yang baru terbentuk itu. Suatu masyarakat kesukuan yang masih sangat rentan dengan perpecahan dan keyakinan agama yang masih labil, secara perlahan mulai bergeser untuk kembali kepada tabiat lama mereka. Meski, Ali dan para pengikut setianya telah berupaya keras untuk mengingatkan mereka atas wasiat terakhir Nabi Muhammad untuk mengikuti dirinya sebagai pemimpin. Namun, mereka tetap berpendirian bahwa Abu Bakar adalah pemimpin yang sah dan harus ditaati oleh seluruh kaum Muslim. Maka, kemudian kekhalifahan diteruskan oleh Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan akhirnya dipercayakan kepada Ali bin Abi Thalib.

Namun demikian, kekuatan penentang dari dalam tubuh kaum Muslim di masa itu terus bergerak untuk menggolkan rencana-rencana jahat mereka. Maka, terjadilah perang saudara yang pertama, yaitu dimulai ketika pasukan yang dipimpin oleh Aisyah memerangi Ali bin Abi Thalib. Setelah itu, disusul pemberontakan oleh Gubernur Syam, Muawiyah bin Abi Sufyan, dari klan bani Umayyah, yang telah memendam dendam lama dari masa kejahiliyahan. Dan, yang sungguh sangat menyedihkan, Ali kemudian diperangi oleh bekas para pendukungnya sendiri, yaitu kaum Khawarij, yang telah termakan oleh tipu daya yang dilancarkan oleh Amar bin Ash, salah seorang penasehat ulung Muawiyah. Akhirnya, sejarah pun mencatat, pemimpin agung yang gagah berani, yang sangat menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan itu, harus mati oleh pukulan pedang beracun Ibnu Muljam, seorang Khawarij fanatis yang telah dipengaruhi oleh Muawiyah.

Sungguh tragis bahwa sepeninggal Nabi akhir zaman tragedi berdarah kembali membasahi altar sejarah kemanusiaan yang telah dibangun oleh seluruh para nabi utusan Tuhan itu. Demi kekayaan duniawi dan ambisi kekuasaan dari sekelompok orang yang berpengaruh, korban nyawa manusia dan para pemimpin suci pengemban amanat para nabi terus bergelimpangan di sepanjang sejarah, dengan mengatasnamakan Tuhan, agama dan kitab suci. Dan hal itu terus terjadi bahkan sampai dengan saat ini!


Abdul Hakim