Beranda » Sejarah Cina, Kebangkitan Shanghai dan Jokowi

Sejarah Cina, Kebangkitan Shanghai dan Jokowi



Sejarah Cina dan Shanghai
Mengikuti pesatnya laju ekonomi Cina saat ini, membuat saya sering menelan ludah karena nelangsa ingat nasib bangsa sendiri. Namun setelah membaca sejarah Cina yang menegangkan, seperti cerita silat berseri dari Kho Ping Hoo atau Gan KL, membuat saya mengerti. Tampaknya Cina memang layak mendapatkan kemajuannya.
Cina termasuk satu dari bangsa dengan peradaban dan budaya tinggi dalam sejarah. Bukti catatan sejarah tertulisnya bahkan sampai lebih dari 3500 tahun yang lalu. Kekaisaran pertama Qin Shihuangdi, yang tidak hanya membuat nafas terhenti karena kebengisannya tapi juga memberikan nafas baru untuk Cina. Berbagai reformasi dan standardisasi untuk Cina baru yang luas dilakukan, pengelolaan pemerintahan yang luarbiasa efektif dikembangkan.
Walaupun kemudian Cina mengalami berbagai pergantian dinasti, saat muslim di Timur Tengah mengalami kejayaan antara tahun 500 - 1500, Cina pun dipandang kuat oleh bangsa-bangsa 1001 malam ini. Penemuan-penemuan hebat telah dilakukan jauh lebih dulu oleh Cina dari negara-negara Barat, mulai dari peleburan logam, pembuatan kertas, kompas dan porselen.
Sejarah Cina terutama dengan Inggris, berputar mundur ke tahun 1750-an, menurut majalah sejarah yang baru selesai saya baca, pendapatan rata-rata per orang Cina pada tahun itu lebih tinggi dari pendapatan rata-rata per orang Inggris. Dan pada tahun 1800-an Cina bersama-sama dengan India menguasai 1/3 kekuatan ekonomi dunia. Tidak heran tawaran utusan raja Georgs III Inggris untuk melakukan perjanjian dagang, dijawab pendek dengan penolakan oleh Kaisar Qianlong. Cina telah memiliki semuanya dan tidak membutuhkan produk-produk dari Inggris.
Sayangnya, Cina kemudian tetap terus dalam kehidupan yang isolatif, sementara di Eropa terjadi Revolusi Industri, yang menggairahkan pembangunan, perdagangan dan penemuan-penemuan seperti kapal uap, mesin tenun dan persenjataan. Dengan peralatan canggih itulah tidak lama kemudian, Inggris berhasil menguasai India, lalu melalui India pula Inggris mengekspor katun India dan OPIUM ke Cina !!
Perdagangan racun pembuat candu ini sangat cepat menyebar di Cina Tenggara, di kota-kota bahkan dibuka opium cafe. Jutaan orang Cina menjadi pecandu dan lambat laun kehilangan kekayaannya untuk memenuhi kecanduan mereka akan opium. Setiap tahunnya kurang lebih 300 ton perak mengalir dari Cina ke Inggris. Pendapatan fantastis bagi Inggris, yang membuat Cina bankrut.
Ketika pemerintah Cina pada tahun 1839 memaksa pedagang Inggris di Kanton (Guangzhou sekarang) untuk memberikan simpanan opium mereka dan membakar 20.000 peti barang terlarang ini, Inggris kemudian mengirim kapal perang, meriam dan tentaranya. Tentu saja, tentara Cina, yang masih berperang secara tradisionil tidak berdaya melawan mesin perang modern Inggris, hasil revolusi industri.
Pada tahun 1842, kaisar Daoguang harus menandatangani perjanjian untuk memberikan Hongkong pada Inggris. Sebuah kekalahan yang memalukan bagi dinasti Qing. Lalu kemudian sesudah Inggris, datanglah Perancis, Amerika Serikat dan Jepang, mereka juga menuntut bagian daerah terutama di Shanghai. Dalam waktu singkat, Shanghai pun menjadi gegap gempita dipenuhi kapal-kapal uap dan filial bank-bank besar Eropa. Akhir abad 19 sampai tahun 1920-an Shanghai menjadi metropol dunia.
Shanghai selain menjadi metropol dunia juga menjadi tanah gembur berkembangnya gerakan bawah tanah, geng hijau, komunis dan nasionalis. Seorang penulis Inggris Aldous Huxley menggambarkan Shanghai sebagai kota bergelimang dosa, penuh petualangan dan kekayaan. Shanghai ketika itu dikenal sebagai Paris di Timur juga sekaligus Pelacur Asia. Perkembangan kejayaan dan kebusukan bersamaan terjadi di Shanghai pada masa itu. Lalu kemudian pergantian penguasa, demonstrasi, gerakan politik, jatuh dan bangunnya nasionalisme dan komunis mewarnai sejarahnya yang menegangkan. Shanghai adalah arena pertarungan politik tanpa henti.
Kebangkitan Shanghai
Pertengahan tahun 80-an adalah kebangkitan Shanghai kembali menjadi metropol dunia. Gerakan bisnis dan ilmu pengetahuan sulit untuk dihentikan di sana. Perusahaan-perusahaan asing kembali membuka investasi dan pabriknya di Shanghai. Infrastruktur yang luarbiasa modern tersedia di Shanghai, termasuk Trans Rapid yang dinamakan Maglev, kereta magnet buatan Jerman, yang di Jerman sendiri tidak bisa dikomersilkan karena selalu ada saja kontroversi politik terjadi. Di Shanghai kereta dengan kecepatan sampai maksimal 430 km/h ini mulai dikomersilkan sejak tahun 2002 untuk jarak 30 km antara stasion Longyang road dan bandara udara internasional Pudong. Kebangkita Shanghai sangat pesat, semelesat kereta magnet ini. Lihatlah foto di bawah ini, Pudong, Shanghai tahun 2005 dan tahun 2012.
13491024052047510153
Pudong, Shanghai 2005 dan 2012 (dok. wikipedia.de)

Pemerintah kota Shanghai sangat menyadari Shanghai telah menjadi kota metropol dunia, sebagai kota dengan jumlah penduduk terbanyak di Cina dan fasilitator para investor dunia, pemerintah kota berkewajiban memberikan fasilitas lalu lintas yang memuaskan. Di sini saya ingat Jakarta dan ingat pak Jokowi !!!
Shanghai berpenduduk 23 juta (tahun 2010) dengan kepadatan penduduk 3600 penduduk/km2, sedangkan Jakarta berpenduduk 9,5 juta (2010) dengan kepadatan penduduk 14 ribu penduduk/km2. Pemerintah kota Shanghai telah berhasil memikat para investor dunia untuk memindahkan bisnis dan industri mereka ke Shanghai, dengan daya tarik infrastrukturnya yang mantap walaupun masalah lingkungan kotanya belum teratasi dengan baik.
Shanghai kurang lebih 10 kali lebih luas dari DKI Jakarta dengan jumlah penduduk lebih dari 2 kali lipat lebih banyak, namun dengan infrastruktur seperti stasion, bandara udara, alat transportasi modern dan sistem pengelolaan yang baik mampu mengatasi masalah kota besar yang dialami juga Jakarta, seperti angka urbanisasi yang tinggi, lapangan kerja, kemacetan dll.
Kebijakan pembelian mobil baru yang ketat, tarif kendaraan umum yang murah, nyaman, tersambung merupakan salah satu yang tampak dipegang teguh oleh pemerintah kota. Contohnya sampai 6 km perjalanan naik subway di Shanghai tarifnya 2 atau 3 CNY tergantung nomor subway (1 CNY = kurang lebih 12 cent Euro = 1500 rupiah), sampai 16 km nambah 1 CNY dan selanjutnya setiap bertambah 6 km tambah 1 CNY. Tarif subway di München tentu saja jauh lebih mahal dibandingkan di Shanghai, walaupun subway Cina tidak kalah modern dengan subway di München, dari Hackerbrücke ke bandara Josef Strauß (40,6 km menurut googlemaps) saya harus membayar tiket semahal 10 Euro = Rp. 110 ribu (40 km tarif subway di Shanghai hanya CNY 7 ; = 7 x 12 cent Euro =84 cent Euro =kurang lebih Rp. 9400).
Di Jakarta, saya ambil contoh TransJakarta dari Blok M ke Kota (kurang lebih 15 km menurut goolemaps) tarif Rp. 3500 (jauh dekat). Bila kita bandingkan dengan tarif subway di Shanghai untuk 15 km, tarif yang dibayar CNY 4 = Rp. 6000,- tarif TransJakarta ternyata lebih murah (TransJakarta disubsidi oleh pemerintah kota Jakarta lho !!). Tapiiiii bila kita bandingkan tarif busnya di Shanghai lebih murah, sampai km ke 13 di Shanghai tarif bus per orang hanya CNY 1, selanjutnya CNY 1,5 = Rp. 2250 saja (CNY 1 = Rp. 1500) !!!
Saya walaupun ragu, tentu saja sangat berharap gubernur DKI Jakarta yad mampu memberikan kemajuan lebih baik lagi bagi DKI Jakarta (menurut saya, pak Foke telah mengeluarkan beberapa peraturan lingkungan yang baik untuk DKI Jakarta). Mampukah gubernur DKI Jakarta yang baru nanti mendongkrak infrastruktur DKI Jakarta menjadi sangat baik, memikat investor dunia, memperbaiki fasilitas transportasi yang ada dan menambah DKI Jakarta dengan alat transportasi modern dalam satu masa kerjanya ?? Semoga saja …. selamat bekerja pak Jokowi-Ahok !!! (ACJP)

[1] http://de.wikipedia.org/wiki/Shanghai
[2] http://de.wikipedia.org/wiki/Transrapid_Shanghai
[3] http://www.travelchinaguide.com/cityguides/shanghai/transportation/subway-ticket.htm
[4] Majalah sejarah GeoEpoche Mafia dan GeoEpoche China

CH