Beranda » Kisah Kelam Ya’juj wa Ma’juj {1}

Kisah Kelam Ya’juj wa Ma’juj {1}


Ciri-Ciri Ya’juj Ma’juj
Walau para ulama berbeda pandangan tentang sosok Ya’juj dan Ma’juj, namun mereka semua sepakat bahwa Ya’juj dan Ma’juj adalah sekelompok manusia seperti kita yang memiliki perangai tidak terpuji. Kemunculannya merupakan salah satu pertanda akan datangnya hari kiamat.
“Kiamat itu tidak akan terjadi hingga kalian melihat sepuluh tanda, yaitu: dukhan, Dajjal, daabbah, terbitnya matahari dari barat, turunnya Isa bin Maryam, Ya’juj dan Ma’juj, tiga khusuf (satu di timur, satu di barat, dan satu di Jazirah Arab), dan terakhir adalah api yang keluar dari ‘Aden (Yaman) yang menggiring manusia ke makhsyar.” (HR. Muslim)
Yang menjadi pertanyaan, apakah Ya’juj dan Ma’juj telah keluar? Jawabannya: Ya!, sebab sebagaimana telah disebutkan sebelumnya (dalam tulisan “Terungkapnya Sosok Zulkarnain Dalam Al-Qur’an”) bahwa Dinding Besi Darial Gorge tempat Ya’juj dan Ma’juj ditahan telah hancur lebur.
Hal ini sebenarnya juga sudah tersirat dalam hadits berikut:
Dari Zainab binti Jahsyin bahwa Nabi bangun dari tidurnya seraya berkata: “La ilaha illallah, celakalah orang-orang Arab, karena keburukan yang telah dekat. Telah terbuka pada hari ini dari dinding Ya`juj dan Ma`juj seperti ini.” –dan Sufyan (seorang perawi) melingkarkan tangannya dalam bentuk angka sepuluh– Kemudian saya (Zainab) berkata: “Ya Rasulullah, apakah kita akan binasa meskipun bersama kita ada orang-orang shalih?”. Beliau menjawab: “Ya, ketika al-khabats (kemaksiatan) semakin banyak jumlahnya”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad rahimahullahu dalam Musnad-nya no. 26145, 26148; Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu dalam Kitab Ahaditsul Anbiya` no. 3346; Kitabul Manaqib no. 3598; Kitab Ath-Thalaq secara mu’allaq; Kitabul Fitan no. 7059, 7135; Al-Imam Muslim rahimahullahu dalam Kitabul Fitan wa ‘Asyrathus Sa’ah no. 7164-7168; Al-Imam At-Tirmidzi rahimahullahu dalam Kitabul Fitan ‘an Rasulillah no. 2187; Al-Imam Ibnu Majah rahimahullahu dalam Kitabul Fitan no. 3953.
Hadits ini juga diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiallahuanhu, seperti yang disebutkan Al-Imam Al-Bukhari dalam Kitabul Fitan no. 7059.
13490639271317077927
Gambar diatas adalah lukisan Darial Gorge tahun 1899 oleh Night.
Nah, pertanyaan sekarang siapakah yang dimaksud dengan Ya’juj dan Ma’juj?
Terjadi perselisihan apakah kedua nama ini berasal dari bahasa Arab ataukah bukan. Yang berpendapat bahwa keduanya dari bahasa Arab, mereka mengatakan bahwa keduanya berasal dari kata ajja (أَجَّ), yang berarti berkobar. Atau dari kata ujaaj (أُجَاجٌ) yang berarti air yang sangat asin. Atau dari kata al-ajj (الْأَجُّ), yang berarti melangkah dengan cepat. Atau Ma`juj berasal dari kata maaja (مَاجَ) yang berarti goncang. {Asyrathus Sa’ah, Yusuf Al-Wabil hal. 365-366}
Dalam kamus Lisanul-’Arab dikatakan bahwa kata Ya’juj dan Ma’juj berasal dari kata ajja atau ajij dalam wazan Yaf’ul. Kata ajij artinya nyala api. Tetapi kata ajja berarti pula asra’a, maknanya berjalan cepat.
Sejumlah ahli bahasa meyakini bahwa Ya’juj dan Ma’juj adalah orang-orang Cina. Ya’juj dan Ma’juj, menurut ahli lughah, ada yang menyebut isim musytaq (memiliki akar kata dari bahasa Arab) berasal dari Ajaja an-Nar artinya jilatan api. Menurut Abu Hatim, Ma’juj berasal dari Maja, yaitu kekacauan. Ma’juj berasal dari Mu’juj, yaitu Malaja.
Namun, menurut pendapat yang sahih, Ya’juj dan Ma’juj bukan isim musytaq, melainkan isim ‘ajam dan laqab (julukan). Ada pula yang menyebutkan kata Ya’juj dan Ma’juj adalah dari bahasa Cina. Ya bermak-na Asia, Jou atau Zhou adalah benua (tempat tinggal) dan Ma adalah kuda. Ya’juj adalah Benua Asia dan Ma’juj adalah bangsa berkuda.
Dari beberapa pengertian diatas, maka kita bisa menafsirkan bahwa Ya’juj Ma’juj adalah suatu bangsa yang berasal dari Asia yang berdiam di sekitar laut, yang mampu bergerak dengan sangat cepat dan mahir berkuda, serta suka menimbulkan kekacauan.
Nabi Muhammad saw pernah menyebutkan tentang ciri-ciri Ya’juj Ma’juj. Disebutkan dalam riwayat Al-Imam Ahmad rahimahullahu, dari bibinya, Ibnu Harmalah, dia berkata:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah dalam keadaan jarinya terbalut karena tersengat kalajengking. Beliau bersabda:
“Kalian mengatakan tidak ada musuh. Padahal sesungguhnya kalian akan terus memerangi musuh sampai datangnya Ya’juj dan Ma’juj, lebar mukanya, kecil matanya, dan menyala (terang) rambutnya . Mereka mengalir dari tempat-tempat yang tinggi, seakan-akan wajah-wajah mereka seperti perisai”.
Apa yang dikatakan oleh hadits Rasulullah tentang ciri-ciri Ya’juj Ma’juj diatas mirip dengan perkataan sejarawan Ammianus Marcellinus tentang ciri-ciri bangsa Alan. Berikut perkataan Wikipedia:
Danau Thabariyah
Ada hal menarik dari asal kata Darial Gorge, tempat Ya’juj dan Ma’juj pernah dikurung yang berasal dari kata Dar-e alan yang berarti Gerbang Alans (Alani) di Persia. Berdasarkan materi arkeologi, Alans adalah salah satu suku nomaden dari Iran yang mulai memasuki era Sarmatian antara pertengahan abad ke-1 dan abad ke-2. Nama “Alani” muncul pada waktu yang hampir bersamaan di geografi Yunani-Romawi dan sejarah dinasti Cina.
Suku Alan pertama kali disebutkan dalam literatur Romawi pada abad ke-1 dan dijelaskan sebagai orang yang suka berperang. Mereka sering menyerang kerajaan Persia dan provinsi Kaukasia dari Kekaisaran Romawi. Bangsa Alan dikenal sangat pandai berkuda serta memiliki pergerakan yang sangat cepat dalam menyerang lawan-lawannya.
Di Persia, suku Alan disebut dengan nama Saka atau dalam dunia sejarah lebih dikenal dengan istilah suku Schytians/Scythia. Menurut saya, suku Alan atau Schytia inilah yang dimaksud sebagai Ya’juj wa Ma’juj.
13490682932090551349
Tampak pada gambar diatas patung pemanah Schythians di Kerch-Ukraina dari abad ke-4 SM.
Sumber: en.wikipedia.org
Dalam bukunya yang berjudul Yas’aluunaka Min Zulkarnain, Abul Kalam Azad menyebut suku Scythia/Schytian dengan “Sitahin”. Ia mengatakan bahwa pada tahun 700 SM, muncul suku Sitahin diatas panggung sejarah. Mereka menyerang daerah-daerah di Asia Barat, salah satunya adalah serangan yang terjadi pada 620 SM. Mereka melewati celah Darial di Pegunungan Kaukasus sebagai tanda bahwa barisan depan dari pasukan yang kejam itu sampai di Ninoi (Ninive), mereka memusnahkan Azerbaijan, Mazandran, Jailan, dan Kurdistan.
Apa yang dikatakan sejarawan timur, Abul Kalam Azad menunjukkan bahwa Alans/Schythians rupanya sudah muncul sebelum milenium ke-1, yakni pada tahun 700 SM. Pendapat ini diperkuat dalam sumber-sumber Assirian yang menyebut nama Scythian dengan istilah Ishkuza = Ish-Oguz pada 650 SM.
Sebelum berhasil keluar dari Dinding Besi dan menginvasi Media, dulunya pada awal abad ke-1 Alans memiliki tanah yang diduduki di sekitar Laut Azov, sepanjang Sungai Don.
Setelah berhasil keluar dari Dinding Besi, kekuasaan Alans/Schytians semakin meluas dengan pesatnya. Mula-mula, mereka menginvasi Media dan Armenia.
Sejarawan Yahudi kontemporer, Josephus, mengatakan dalam bukunya berjudul “Perang Yahudi bagaimana Alans (yang ia sebut sebagai sukuScythian“) yang tinggal dekat Laut Azov, menyeberangi Gerbang Besi untuk menjarah dan mengalahkan tentara Pacorus, raja Media, dan Tiridates, Raja Armenia, dua bersaudara dari Vologeses I.
Dari perkataan Josephus diatas jelas Gerbang Besi telah bobol (walau belum hancur total).
Disini ada sisi menarik yang dikatakan sejarawan bahwa serangan ke Media dan Armenia pada tahun 35 Masehi adalah atas dorongan Tiberius, penguasa Romawi di daerah Yahudi. Apa yang dikatakan sejarawan sinkron dengan apa yang dikatakan dalam hadits berikut:
“Kemudian Allah SWT mengeluarkan Yakjuj dan Makjuj, mereka turun dengan cepat dari bukit-bukit yang tinggi. Setelah itu gerombolan atau barisan pertama dari mereka melewati Danau Thabariyah dan meminum habis semua air dalam danau tersebut. (HR. Muslim, At-Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majah).
Danau Thabariyah mempunyai banyak nama, diantaranya adalah Danau Galilee dan Danau Kinneret. Nama Galilee dan Kinneret berasal dari Alkitab. Berikut perkataan Wikipedia:
“Nama modern, Kinneret , berasal dari Perjanjian Lama atau Ibrani Tanakh “Laut Kineret” dalam Bilangan 34:11 dan Yosua 13:27, dan dieja “Kinerot” di Joshua 11:02. Nama ini juga ditemukan dalam naskah Ugarit, di Epic Aqhat . Kineret telah terdaftar di antara “kota yang berkubu” di Yosua 19:35 . Nama Kinneret mungkin berasal dari kata Ibrani: kinnor (”harpa” atau “kecapi”), dalam panda-ngan bentuk danau.
Dalam Perjanjian Baru istilah “Laut Galilea” digunakan dalam Injil Matius 4:18; 15:29, dengan Injil Markus 1:16; 07:31, dan dalam Injil Yohanes 6:01 sebagai “Laut Galilea”, yang merupa-kan “Laut Tiberias”, nama akhir abad pertama. Laut Tiberias juga merupakan nama yang disebutkan dalam teks-teks Romawi dan dalam Talmud Yerusalem, dan diadopsi ke dalam bahasa Arab sebagai Buhairet Tabariyya (بحيرة طبريا).
Semua penulis Alkitab menggunakan istilah “laut” (Ibrani yam atau Yunani thalassa ) kecuali Injil Lukas, ditulis untuk Teofilus Makedonia, di mana hal itu disebut “Danau Genneseret” di Lukas 05:01 , dari bahasa Yunani λίμνην Γεννησαρέτ ( Limnen Genneseret ), “bentuk grecized dari Kineret” menurut Easton, yang mengatakan Genneseret berarti “taman kekayaan”. Talmud Babilonia, serta Josephus Flavius ​​menyebutkan laut dengan nama “Laut Ginnosar”; nama setelah dataran subur kecil Gennesereth yang terletak di sisi barat.”
Dr Syauqi Abu Khalil dalam Athlas al-Hadits an-Nabawi mengatakan, dalam bahasa Arab, kata Thabar berarti melompat atau bersembunyi.
“Tiberia merupakan nama danau dan kota di utara Palestina,” ujar Dr Syauqi Abu Khalil. Tepatnya, terletak di dekat Dataran Tinggi Golan di sebelah utara Palestina, di Lembah Celah Besar Yordan yang memisahkan Afrika dan patahan Arab. Saat ini, wilayah tersebut termasuk daerah kekuasaan Israel.
Sebenarnya, sebagian wilayah Danau Tiberia masuk juga ke dalam wilayah Suriah. Namun Zionis memaksakan Sekutu (Inggris dan Prancis) memasukkan seluruh wilayah Danau Tiberia ke dalam wilayah Palestina sewaktu Palestina berada dalam kendali Inggris setelah mengalahkan Turki Ottoman tahun 1917.
Berikut perkataan Wikipedia:
In 1917, the British defeated Ottoman Turkish forces and took control of Palestine, while France took control of Syria. In the carve-up of the Ottoman territories between Britain and France, it was agreed that Britain would retain control of Palestine, while France would control Syria. However, the allies had to fix the border between the British Mandate for Palestine and the French Mandate of Syria. The boundary was defined in broad terms by the Franco-British Boundary Agreement of December 1920, which drew it across the middle of the lake. However, the commission established by the 1920 treaty redrew the boundary. The Zionist movement pressured the French and British to assign as many water sources as possible to Palestine during the demarcating negotiations. The High Commissioner of Palestine, Herbert Samuel, had sought full control of the Sea of Galilee. The negotiations led to the inclusion into the Palestine territory of the whole Sea of Galilee, both sides of the River Jordan, Lake Hula, Dan spring, and part of the Yarmouk. The final border approved in 1923 followed a 10-meter wide strip along the lake’s northeastern shore, cutting Syria off from the lake.
Pada abad pertama sejarawan Flavius ​​Josephus sangat terkesan dengan Danau Galilee sehingga ia mengatakan: “Orang bisa menyebut tempat ini ambisi Alam”.
Danau Tiberia mempunyai panjang sekitar 25,5 kilometer dan lebar 12 kilometer. Dengan luas total 166 meter persegi, danau ini menjadi danau air tawar terluas di Israel. Danau ini juga menjadi danau kedua terdalam setelah Laut Mati, yaitu dengan kedalaman 43 meter. Namun perkembangan terakhir menun-jukkan bahwa kedalaman Danau Tiberia berada pada tingkat yang memprihatinkan, akibat banyaknya penggunaan air dan musim kemarau panjang. Wikipedia mengatakan: “Increasing water demand and dry winters have resulted in stress on the lake and a decreasing water line to dangerously low levels at times. The Sea of Galilee is at risk of becoming irreversibly salinized by the salt water springs under the lake, which are held in check by the weight of the freshwater on top of them.
Di dasar danau Tiberia terdapat mata air yang ikut mengisi danau, meskipun sumber utamanya berasal dari Sungai Yordan yang mengalir dari utara ke selatan. Di sekitar lokasi danau merupakan tempat yang rentan akan gempa bumi dan pada zaman dahulu aktivitas gunung api. Hal ini terbukti dari banyaknya batu basalt dan batuan beku lainnya yang menentukan kondisi geografis di daerah Galilee. Di bagian barat laut danau ini terdapat sebuah kota yang bernama sama dengan danau tersebut. Menurut sejarah, Kota Tiberia dibangun sejak 20 Masehi dan dinamakan Tiberia untuk menghormati Kaisar Tiberius yang berasal dari Romawi. Kota yang terletak di sepanjang Pantai Kinneret ini dibangun oleh Herodes Antipas, anak Herodes Agung. Kota ini merupakan satu dari empat kota yang dianggap suci oleh orang-orang Yahudi.
13490641221230669649
Gambar: Danau Galilee
Sumber: en.wikipedia.org
Menurut Alkitab, banyak dari pekerjaan Yesus Kristus terjadi di pantai Danau Galilea. Pada abad pertama tercatat ada perkembangan pemukiman yang terus menerus di sekitar danau dan banyak perdagangan serta perjalanan hilir mudik dengan perahu. Injil Markus (terutama Markus 1:14-20), Injil Matius (terutama Matius 4:18-22), dan Injil Lukas (terutama Lukas 5:1-11) mencatat bahwa Yesus memanggil empat dari 12 murid utama-Nya di antara para penangkap ikan yang tinggal di tepi pantai danau ini: Simon Petrus dan saudaranya Andreas, dan dua bersaudara putra Zebedeus, Yohanes dan Yakobus. Salah satu pengajaran Yesus yang terkenal, yaitu Khotbah di Bukit, diyakini diucapkan di atas bukit yang terletak di tepi danau. Banyak mujizat-Nya juga terjadi di danau Galilea, antara lain Yesus berjalan di atas air, menenangkan angin ribut, penangkapan ikan dalam jumlah besar, dan memberi makan 5000 orang (dipercayai terjadi di tempat yang sekarang bernama Tabgha).
Geografer Arab, Al-Muqaddasi, mengatakan bahwa dulunya Tiberia merupakan ibu kota Provinsi Yordania dan kota di Lembah Kanaan.
“Kotanya sempit, panas ketika musim panas, dan sangat tidak sehat. Di sana terdapat delapan sumber mata air panas dan tidak memerlukan bahan bakar, dan kolam dengan air mendidih tak terhitung banyaknya”, ujarnya. Menurut Al-Muqaddasi, ketika dikuasai peradaban Islam, di kota itu terdapat masjid yang luas dan indah yang berdiri di pusat perdagangan. Lantainya dari kerikil dan batu yang disusun rapat. Di zaman kekuasaan Islam, kata dia, orang-orang yang menderita kudis atau borok dapat datang ke Tiberia dan berendam di air panas selama tiga hari. “Setelah itu, lakukanlah pada musim semi ketika airnya dingin. Maka, mereka menjadi sembuh”  

Mattula Ada