Dalam proses penunjukan Umar sebagai Khalifah, Abu Bakar telah meminta pertimbangan para sahabat yaitu Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurahman bin Auf, Talhah bin Ubaidillah dan Usaid bin Kundur. Abdurahman bin Auf memberikan pertimbangan kepada Abu Bakar dengan memuji Umar dan menambahkan kekurangan Umar yang mudah marah, tetapi Abu Bakar menjelaskan bahwa Umar terlihat seperti itu agar kontras dengan kelembutan dirinya dan pada saat Umar berkuasa dia akan menjadi seorang yang lembut.
Namun sebelumnya Abu Bakar yakin bahwa banyak Kaum Muhajirin yang berpikir untuk menduduki kursi Khilafah, sebagaimana yang terjadi pada peristiwa saqifah. Di ambang ajalnya Abu Bakar pernah memperingatkan Umar tentang kaum Muhajirin dan ketamakan mereka akan kekuasaan.
Tindakan Abu Bakar dalam menentukan umur khilafah dan prinsip “suksesi” menjadi absah dalam fikih politik Sunni. Namun demikian, menurut sumber-sumber, hal ini tidak memiliki dasar dari Nabi. Ketentuan suksesi itu memberikan dua pilar bagi pemerintahan yang turun temurun (berdasarkan keturunan). Dalam pemerintahan ini, pilar pertama adalah suksesi dan pilar yang kedua adalah keluarga dan keturunan. Pilar pertamanya dalam riwayat khilafah berkaiatan dengan suatu bentuk yang sah. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Muhammad Rasyid Ridah, hal ini memunculkan khilafah turun temurun di masa Bani Umayah.
Pernyataan tertulis Abu Bakar secara praktis menunjuk Umar sebagai Khalifah. Oleh karena itu, kesetiaan penduduk tidak berpengaruh dalam pemerintahannya. Akhirnya, kita harus mengatakan bahwa sikap tidak setuju sebagian penduduk tidak lantas berarti dia tidak bisa menjadi seorang khalifah.
Dalam pembaitannya sebagai khalifah, Umar berjanji tidak akan mengambil apa pun dari harta negara maupun dari rampasan pertempuran, mensejahterakan rakyatnya (akan menaikkan upah dan gaji seiiring uang yang masuk ke kas negara), akan menjaga keluarga para prajurit muslim yang berangkat ke medan perang.
* hanya sekedar catatan kecil dari beberapa buku…
Sherief Maronie