Kesepakatan pun dimulai dengan diundangnya sang khalifah ke Baitul Maqdis yang sekarang dikuasai oleh Israel. Konon persiapan diadakan besar besaran dan pawai mirip festival 17 agustusan diadakan secara meriah. Barisan wanita, pria dan anak-anak berjejer puluhan kilometer menyambut sang Khalifah. Barisan itu seakan menjulang dari gereja-gereja megah di Baitul Maqdis dengan pimpinannya Kopernikus berdiri menunggu kawalan ketat pasukan Umar Bin Khottob dan mengular menuju padang pasir yang gersang . Itu bayangan Kopernikus. Sesekali dia memerintahkan agar barisan pawai tidak lengah atau bahkan pulang ke rumah walaupun hanya sekadar membuang lelah. Dia takut sambutannya rakyatnya dinilai tidak sepenuh hati oleh pengawal khusus kekhalifahan.
Penantian yang melelahkan itu akhirnya terobati dengan kabar bahwa sang Khalifah telah datang di ujung barisan pawai yang berjarak puluhan kilometer dari pusat Baitul Maqdis. Betapa takutnya Kopernikus akan kekeliruan protokoler , dia perintahkan seluruh pasukan agar menaikkan status menjadi siaga satu. Detak jantung sang Penguasa ini seakan terdengar berdegup diantara syahdunya riuh lautan manusia yang menanti kedatangan sang khalifah.
Sesuai arahannya, Pasukan khusus dari palestina yang beragama Nasrani menjemput tamu agung ini di ujung timur dan mengantarkannya menuju jantung Baitul Maqdis. Pasukan ini tidak menemukan sepleton pasukanpun kecuali dua orang. Seorang yang menaiki unta dan seorang lagi memegang tali kekang unta dengan pakaian yang penuh jahitan dan sandal yang pernah putus kemudian disambung dengan jahitan ala kadarnya. Setelah memandangi sang penunggang unta maka pimpinan regu pasukan khusus tadi mempersilahkan agar mengikuti kawalannya.
Mendadak pria diatas unta ini memberontak ..” Tidak..tidak ..bukan aku sang Khalifah..namun beliau yang memegang tali kekang unta inilah Umar Bin Khottob yang anda cari. Aku hanya kebetulan kebagian shift untuk menunggangi unta ini ketika memasuki Yerussalem!”
Betapa sulitnya posisi pasukan khusus ini dalam menyikapi keadaan yang diluar pasal pasal protokoler penyambutan. Namun langkah sang Khalifah tidak berhenti untuk menandai bumi yang berdebu selangkah demi selangkah dengan kakinya menuju Baitul Maqdis yang sekarang dikuasai oleh Israel. Riuh manusia yang sebelumnya menggema di udara menjadi sunyi-senyap seakan patung-patung berjejer di pinggir jalan. Suara kaki unta dan sandal sang Khalifah ingin “menggelitik” kesunyian ini sehingga tidak seserius ini dalam menyambutnya. Namun tetap saja tidak berhasil. Bahkan sesekali terlihat “patung-Patung” tadi mengeluarkan air mata karna baju yang dipakai sang khalifah jauh lebih buruk dari pakaian yang mereka pakai hari ini. Mereka tertipu!!.Sandal sandal yang mereka pakai pun jauh lebih cantik dari yang dipakai sang Khalifah. Sekali lagi mereka tertipu. Dan yang lebih dari itu adalah bahwa Sang Khalifah yang mereka elu-elukan bukanlah yang sekarang menaiki punggung unta yang ringkih karna jauhnya perjalanan, namun yang sedang memegang tali kekang unta itulah “The Man”.
Saat sholat tiba ketika Kopernikus menyalami sang Khalifah dan tanpa canggung Umar menggelar tikar kumuh untuk dipakai sujud dan mencari salah satu sudut gereja untuk sholat. Maka dengan cekatan Kopernikus mengajaknya untuk sholat di dalam gereja agar lebih bersih.
” Tidak…aku takut orang setelahku akan melakukan apa yang aku lakukan.” Jawab Umar. (maksudnya agar nanti ummat Islam jangan menjadikannya dalih menggusur gereja menjadi masjid).
Akhirnya Kopernikus mengalah dan hanya menyaksikan dua orang ini melaksanakan sholat di sudut pelataran gereja.
Kompasiners…Umar Bin Khottob memang meninggal karna dibunuh namun bukan berarti dengan dibunuhnya beliau Umar telah gagal. Berapa ratus nabi yang dibunuh oleh bani Israel namun tidak dikisahkan dalam sejarah bahkan Nabi Isa alaihissalam dikejar-kejar untuk disalib walaupun dengan beberapa versi akhir dari Nabi Isa alaihissalam. Hal ini menunjukkan bahwa cara kematian dengan dibunuh bukanlah menunjukkan kegagalan missinya. Berapa banyak pemimpin negara modern yang dibunuh namun mempunyai prestasi yang gemilang.
Nurkholis Ghufron