Dalam seboeah boekoe diseboetkan bahwa tragedi Boebat boekanlah kesalahan Gadjahmada semata. Ketika dititahkan menjempoet Djah Pitaloka, Gadjahmada jang sebagai patih hanjalah mendjalankan perintah pengoeasa Madjapahit. Maka saat bertemoe dengan Djah Pitaloka, Gadjahmada mengoetarakan kegoendahannja bahwa ia tidak ingin memerangi Djah Pitaloka dan keradjaan ajahnja, tetapi karena titah sang pengoeasa maka ia hanja bisa mendjalankannja. Djah Pitaloka poen mengerti kebaikan hati Gadjahmada, maka Djah Pitaloka rela terboenoeh dalam tragedi Boebat terseboet.
Memang jang seringkali terdjadi bawahan tidak dapat membantah titah atasan.Namoen ada poela jang memahaminja bahwa tindakan pemboenoehan terhadap Djah Pitaloka agar Hajam Woeroek, sang poetra mahkota, tidak beristrikan Djah Pitaloka, karena masih ada pertalian darah. Pertalian darah terseboet tidak boleh diabaikan menoeroet adat istiadat kala itoe.
Kisah asmara Gadjahmada dengan Tribhoewana Toenggadewi poen nyaris sama halnya Hajam Woeroek dengan Djah Pitaloka. Iboenda Gadjahmada adalah saoedara kandoeng iboenda Tribhoewana Toenggadewi. Andai Gadjahmada memboeang jaoeh-jaoeh hoekoem ataoe adat istiadat terseboet, maka Gadjahmada dengan moedah bertahta sebagai Maharadja Madjapahit. Namoen, Gadjahmada tidaklah haoes djabatan. Dia poen tetap terhormat sebagai Mahapatih terbesar Madjapahit.
Namoen demikian ada poela boekoe ataoe kidoeng dari Soenda dan Bali yang mengisahkan bahwa Perang Boebat memang mendjadi titik penanda menurunnya pamor Gadjahmada akibat pemboenoehan pasoekan Soenda itoe. Walaoepoen bila menilik kehebatan dan kebersahadjaannja terasa moestahil itu terdjadi. Namoen namanja manoesia memang dapat sadja soeatoe saat alpa. Begitoe poela Gadjahmada.
Masjarakat Bali sependat dengan masjarakat Soenda dalam kasoes ini. Pemertahanan orang-orang Soenda soenggoeh pantas diacoengi djempol. Oleh karenanja, radja dari Soenda terseboet mendjadi haroem namanja di seantero tlatah Soenda. Bahkan nama radja penggantinya bergelar Praboe Siliwangi, jang berarti radja berikutnja ataoe silih berganti memiliki nama jang wangi ataoe haroem.
Oleh karena itu, di era sekarang ini, “negasi” masjarakat Soenda terhadap Gadjahmada dan segala hal jang berbaoe Madjapahit soedah saatnja dihilangkan jaoeh-jaoeh. Sebagai sesama bangsa Noesantara, tentoe “perseteroean” jang soedah berlangsoeng ratoesan tahoen hingga detik ini tidak relevan lagi. Saatnya Noesantara Indonesia Raja bersatoe memberantas segala kebobrokan jang sedang memporakporandakan bangsa ini. Bila sesama bangsa saling berseteroe joestroe bangsa lainlah jang menertawakan kita.
Banyu Wijaya