Beranda » Perbedaan , Komunisme ≠ Atheisme

Perbedaan , Komunisme ≠ Atheisme

Memang dikte ORBA melekat kuat pada “Anak Amphibi” yang hidup pada dua zaman ya ane-ane ini, secara tidak langsung mendampingi golongan tua yang lebih senior sebagai “Super Amphibi” dimana mereka mengecap hidup sampai tiga zaman. Tonggak masyarakat muda adalah berpikir menembus batas karena Anak muda sekarang hidup diantara penghujung dan awalan, yaitu tumbangnya ERA ORBA dan hidupnya ERA Reformasi. Karena ini adalah proses membahasakan ke-isme-an, harus sangat detail dan selalu di landasi dengan kehati-hatian.

Ane ingin berbicara sedikit, walau agak panjang lebar… bahwa reformasi telah membuat terjadinya pergeseran equilibrium yang sangat signifikan bagi peradaban umat manusia indonesia pada khusus-nya, berbicara tentang komunis di indonesia memang ini kenyataan pahit ane gan, dulu zaman SD tahun 96-an waktu kelas tiga SD sejarah yang dicatat dan di publish guru waktu dulu adalah komunis = atheis…. apalagi dulu pas hari kebangkitan nasional suka di puter film tentang penumpasan G30S/PKI, serasa mas “S” jadi superhero asal Endonesia … makanya jangan heran kalo ada beberapa orang yang nyebut orang yang jarang sholat, di plesetin “Lu Komunis Ya…!?” padahal jelas sangat berbeda… komunis hanyalah pembenaman masalah citra politik pada environment yang “mengenyampingkan” issue agama, karena agama waktu itu oleh sebagian kalangan dianggap sebagai “dikte absolut” apalagi pada zaman gothik dan pengaruhnya sampai peradaban di perang dunia 1.. komunis bukan sistem terhadap kepercayaan, hanya saja environment yang melekat pada -isme nya mencitrakan komunis dibaur padankan dengan hal yang tidak beragama, padahal kalo mau di libatkan dengan falsafah simbol secara semantic saja sebenarnya masyarakat luas (harusnya) sudah cukup mengerti dengan gambar sabit dan palu menyilang, karena itu menggambarkan perjuangan kaum proletar yang notabene buruh sebagai kaum tertindas untuk menyama ratakan statusnya dalam kehidupan berkebangsaan. selanjutnya paham-paham lah yang menjadi “crayon” dalam penggambaran ke-isme-an sistem tersebut.

untuk masalah Komunisme di indonesia yang di cap kan layaknya “Atheis” tidak lain hanyalah pembenaman pada dendam politis, G30S/PKI prudent-nya harus di pisah…. karena G30S bukan hanya PKI saja di dalamnya, PKI seolah di kambing hitamkan saja.. kronologisnya adalah pada waktu itu disinyalir adanya aliran kanan yang ingin mendirikan “negara di dalam negara”… bung pram menyebutkan pencetusnya adalah Nasution, namun Harto lah yang berhasil membuat itu bekerja… Anepun terenyuh untuk mencari kebenaran di belakang itu, membaca, menggali, mentaati ada apa saja yang terjadi di balik itu semua memang tidak bisa disingkap semua namun membuat bundaran hitam kecil untuk menerawang masa lalu apa sebenarnya yang terjadi, yang ane kuliti tentang sejarah ini adalah tentang kebenaran jejak supersemar sendiri adalah seperti “rekaan”, dan ada semacam titipan “hitam” dari negara adidaya untuk menuju indonesia yang terbuka atau yang lebih dikenal dengan “Globalisasi”.. ini tidak lain adalah hasil dari pewabahan ORBA… kembali pada masalah komunisme di indonesia yang sejatinya tidak ada hubungannya dengan atheis, namun memang D.N Aidit sebagai pemimpin gerakan PKI pada waktu itu membawa paham-paham misionaris yang didapatkanya dari soviet dan ter-influence stalin.

hal yang enigmatik bagi seorang rakyat indonesia seperti ane yaitu timbul-nya pemikiran bahwa apa sebenarnya tentang G30S itu ko ada strip (/) PKI-nya…… untuk siapa, oleh siapa, dan untuk apa, lalu ane mengutip peristiwa “3 Juta Jiwa yang hilang” (red. versi jendral sarwo edhi) pada rentang waktu 1965 - 1966 tentang Pembantaian massal dan pengasingan orang yang dianggap terkait gerakan G30S/PKI di asingkan ke Pulau Buru….. baru munculah polemik pemikiran pribadi ane… loh kok di bantai sebegitu banyaknya lalu…? dan ternyata selama ini benarnya sejarah masih terbungkam dan tidak ter-explore, masih ada aktor X di balik pembenaman masa degradasi politis itu….. yang jelas untuk menggambarkan pelaku X nya adalah orang-orang yang menikmatinya, kelihatan bukan.

Mungkin setidaknya buku-buku pada pelajaran sejarah sedikit ada titik sinar. kalau selama ini Penumpas gerakan adalah pahlawan, sedangkan Partai Komunis Indonesia adalah kambing hitam. maka yang diperlukan adalah kebenaran pada sejarah untuk mencari pemaknaan masa lalu, membongkar implikasi yang sesungguhnya pada masyarakat, bukan di benamkan pada dendam politik semata.

Agnan Zakariya