JOGJA, AKBARPITOPANG — Beberapa hari yang lalu telah diadakan sebuah seminar nasional dengan tema yang sama dengan judul diatas. Seminar yang diadakan di Convention Hall UIN SUKA Yogyakarta ini menghadirkan narasumber sangat kompeten, AAG. Ari Dwipayana (Dosen UGM) dan Zuhairi Misrawi (Direktur Moderate Muslim Society). Seminar ini terlaksana atas kerjasama SEMA Fakultas Ushuluddin UIN SUKA Yogyakarta bersama Panitia Bulan Bung Karno DIY.
Acara seminar ini dirasa amatlah penting. Guna memotivasi dan membangkitkan rasa nasionalisme bangsa. Acara seperti itu juga sangat penting untuk meningkatkan rasa sensitifitas akademis di kalangan mahasiswa. Karena begitu menariknya tema seminar kali itu mengundang banyak mahasiswa yang ikut bergabung. Terbukti dengan penuhnya ruangan Convention Hall yang kapasitasnya cukup besar.
Bulan Juni adalah bulan yang cukup bersejarah. 1 Juni sebagai Hari Lahirnya Pancasila, 6 Juni sebagai hari lahirnya Bung Karno, dan 21 Juni sebagai Hari Wafatnya Bung Karno.Maka untuk itulah seminar kali itu terasa sangat menarik dan unik. Dan sayang sekali untuk dilewatkan!
Pemaparan materi diawali oleh Bapak Ari Dwipayana dulu. Bagaimana kita memahami Pancasila, pendiri bangsa dan nilai-nilai dalam meraih kemerdekaan? Sedangkan saat ini tengah terjadi disorientasi kebangsaan. Dimana anak-anak muda bangsa ini banyak yang terserang budaya pop Korea, Jepang dan sebagainya itu. Maka untuk itu yang harus dilakukan adalah:
1. Kebutuhan Mengapresiasi Bung Karno, yang mencakup:
- Pribadinya
Pribadi seorang Bung Karno membuat kita terpesona. Kharismanya dapat menarik semua orang. Pribadinya terbuka, humanis, dan beliau juga lahir dari gen multicultural. Dengan ayah orang Blitar dan ibunya orang Bali. Bung Karno sosok yang menyukai kosmopolitan keragaman, suka bergaul dengan semua kalangan. Sosok seperti itu amat susah untuk kita temukan saat ini.
- Ajarannya
Ajaran Bung Karno begitu menginspirasi. Pemikirannya begitu cerdas. Sejak beliau muda hingga tua, kita selalu dibuat terkejut atas gebrakan-gebrakannya. Pidato-pidatonya luar biasa.
- Metodologi yang Beliau Bangun
Beliau mengkritik banyak ideologi. Nasionalisme bukan ideatau gagasan besar yang harus diterima begitu saja oleh para penggiat revolusi saat itu. Pengaruh islamisme (Pan Islamisme) yang tengah berkembang saat itu tidak diterima begitu saja namun beliau kritik terlebih dahulu.
Upaya yang beliau lakukan untuk mengkontekstualisasikannya dengan kebutuhan Indonesia. Pemikiran-pemikiran besar dunia dipribumikan. Dibenturkan dengan kondisi-kondisi saat itu. Beliau mencari pertemuan dari teori-teori besar dunia lalu di benturkan dengan kebutuhan Indonesia.
Pancasila dan Bung Karno itu jangan dianggap sesuatu yang ‘mistis atau mitos’. Tempatkanlah beliau bukan mitos maka pemikiran beliau bisa terbuka untuk kita tumbuh kembangkan dan dikritisi.
2. Reaktualisasi/ Radikalisasi Tafsir
Radikalisasi tafsir ini dinilai efektif dan bisa bekerja. Bisa dibumikan untuk berbagai kebijakan-kebijakan. Buatlah ide Bung Karno dikorespondensikan dengan realitas yang ada. Misalkan dalam melihat sebuah partai apakah sebagai simbol atau sebagai ajaran?
Masih ingatkah kita dengan kutipan pidato beliau pada 1 Juni 1945? Pemikiran beliau itu tidak akan terpakai jika tidak ada perjuangan dari kita bangsa Indonesia.
Pemaparan materi berikutnya dilanjutkan oleh Bapak Zuhairi. Bung Karno sangat diidolakan banyak orang. Tidak hanya bangsa Indonesia saja yang mengidolakan sosok Bung Karno. Salah satunya orang Mesir juga. Hal itu dikarenakan kedekatan Bung Karno dengan Jamal Abdul Naser. Di Mesir ada sebuah jalan yang diberi nama Jalan Soekarno dan ada juga jambu gunung atau Jambu Soekarno disana. Atau juga ada anggrek Kimilsungia atau anggrek Soekarno di Korea Utara.
Timbul pertanyaan baru, Apakah pemikiran keislaman Bung Karno relevan dengan konteks kekinian? Sejauh mana relevansi pemikiran tersebut?
Pemikiran Bung Karno dipengaruhi oleh:
# Konteks Historis
Faktor historis berpengaruh dalam pembentukan pemikiran-pemikiran cemerlang beliau. Seperti; kolonialisme, konservatisme (cenderung mengadopsi pemikiran-pemikiran lama) dan Pan Islamisme (yang banyak berkembang di wilayah Timur Tengah).
# Konteks Sosial-Politik
Salah satu yang mempengaruhi adalah dari pemikiran-pemikiran Masyumi. Negara Islam bukan berkiblat ke Negara timur tengah namun ke Eropa. Negara Islam yang dicita-citakan Masyumi adalah Negara Islam yang berkiblat ke Eropa dengan melihat kemajuan yang berkembang disana. Pemikiran seperti itu juga mempengaruhi bentuk pemikiran Bung Karno.
Tokoh-tokoh Islam yang berpengaruh dalam pemikiran Bung Karno seperti pemikiran dari Jalaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Ali Pasha, Mustafa Kemal, Amir Ali, Halide Edib Hanonoum, dan tokoh-tokoh islam lainnya. Tokoh-tokoh tersebut sdikit banyak telah mempengaruhi pemikiran beliau.
Islam nasionalis itu seperti apa menurut Bung Karno?
- Menghidupkan Api Islam Bukan Abu Islam. Apa maksudnya? Kita jangan hanya berdebat tentang halal dan haram saja namun bagaimana menyikapi problem dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
- Pemikiran Nasional dan Berkemajuan. Kita jangan asal meniru pemikiran dari Negara seperti Arab Saudi tentang hukum-hukum begitu saja namun harus di kontekstualisasikan dengan kondisi kebangsaan.
- Ketuhanan Berkeadaban. Ketuhanan atau agama bukan dijadikan untuk hal-hal keburukan. Seperti yang dilakukan oleh beberapa golongan agama yang suka bersikap ekstrim. Ajaran agama harus dipraktikkan sesuai dengan ajarannya demi kemaslahatan bangsa.
- Toleransi. Toleransi yang dimaksud beliau adalah merujuk pada perdamaian. Bung Karno selalu mengucapkan ‘assalamu’alaikum’ pada setiap forum yang beliau ikuti. Karena artinya adalah untuk kedamaian. Dari sana beliau selalu berpesan untuk menciptakan perdamaian di muka bumi ini.
- Visi Kebangsaan. Ajaran-ajaran beliau harus dikontekstualisasikan dengan kehidupan di Indonesia. Pemikirannya itu digunakan untuk membangun visi kebangsaan yang menyatukan semua bangsa Indonesia.
- Berorientasi Kerakyatan. Tujuannya untuk meningkatkan kualitas kebangsaan. Pemikiran dan ajaran yang beliau ajarkan itu digunakan untuk bagaimana mencegah korupsi, konflik, dan hal-hal lain yang merusak kebangsaan dan rasa nasionalisme keindonesiaan.
Dalam memahami Pancasila juga demikian. Misalnya dalam memahami sila pertama. Ketuhanan Yang Maha Esa. Esa itu artinya kuasa bukan eka atau satu. Karena tuhan milik semua agama. Jika Pancasila benar-benar digali maknanya oleh bangsa Indonesia sendiri pasti akan menciptakan Indonesia yang benar-benar kita dambakan.
Akhir dari paparan Bapak Zuhairi Misrawi mengatakan bahwa sosok dan pemikiran bung karno sangat mempesona. Jika saja saat ini beliau masih ada pasti semua wanita akan jatuh cinta padanya. He he he… bercanda… :D
Seminar pada hari itu sungguh sangat menarik. Semua hadirin yang ada disana sangat antusias untuk mengikuti rangkaian acara. Tak ada yang mengantuk di ruangan itu walaupun pendingin udara terasa cukup dingin. Karena memang tema seminar itu yang sangat menarik dan pematerinya yang pandai menyampaikan.
Seminar kali itu juga dilanjutkan dengan seksi Tanya jawab. Ada banyak pertanyaan yang mengalir. Namun saya hanya akan menyebutkan dua diantara banyakpertanyaan itu.
Nida, mahasiswi jurusan Akidah dan Filsafat bertanya bagaimana word view menurut pandangan Bung Karno. Bagaimana kekuatan Pancasila bisa mengubah realitas yang ada?
Pertanyaan itu dijawab oleh Bapak Ari Dwipayana bahwa word view menurut Bung Karno adalah ukhuwah. Pancasila jika bisa diperah hasilnya akan berwujud gotong royong. Kemerdekaan bukan bantuan dari Negara lain tapi dari gotong royong semua orang Indonesia. Ingat sosok Soegija? Walau beliau beragama Kristen tapi ikut memperjuangkan kemerdekaan Negara ini. Ia juga menambahkan perihal Jerman Bank yang sukses yang sebenarnya kunci kesuksesan itu hasil mempelajari Koperasi yang ada di Indonesia yang inti kerjanya sikap saling gotong royong. Jadi word view-nya adalah gotong royong. Jika Pancasila benar-benar dikontekstualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maka sudah pasti Pancasila akan menjawab semua realitas yang ada.
Pertanyaan lainnya datang dari Muchtar, mahasiswa dari jurusan yang sama yang menanyakan tentang hubungan Islam dengan Nasionalis.
Menurut Bapak Zuhairi, Islam dan Nasionalisme jangan dipertentangkan. Tapi saling berhubungan mutual symbiosis demi kepentingan kemasyarakatan.
“Hubbul wathon minal iman” yang artinya mencintai Negara bagian dari iman adalah hasil pemikiran Bung Karno dan umat Islam Indonesia. Kata-kata itu tak akan kita temukan di kitab-kitab kuning, kitab putih atau kitab apalah yang sebagainya itu.
Tema seminar kali itu sangat relevan dengan keadaan Indonesia saat ini. Bung Karno sebagai pendiri Negara ini sosok beliau sangat dibutuhkan saat ini. pemikiran-pemikiran beliau yang brilian perlu untuk ditumbuh kembangkan dan dikontekstualisasikan dengan realitas keindonesiaan. Indonesia tak bisa dilepaskan dari pengaruh islam. Mayoritas umat islam di Indonesia harus ikut menciptakan Indonesia yang selama ini kita mimpikan. Jangan sebagai percikan minyak tanah di tengah berbagai konflik yang mendera. Pancasila yang merupakan hasil dari buah pemikiran para pendiri bangsa benar-benar harus digali oleh bangsa Indonesia. Tak cukup hanya indah diatas kertas saja. pancasila tak boleh dilupakan apalagi hilang dari kehidupan bangsa Indonesia. Karena nilai yang terkandung dalam pancasila adalah hasil dari jati diri bangsa Indonesia itu sendiri.
Hari ini kita masih berada di bulan Juni yang mengandung banyak sejarah. Tepat pada hari ini, 21 Juni adalah merupakan hari wafatnya pahlawan bangsa, Bung Karno. Walaupun beliau telah tiada namun beliau telah mewariskan Indonesia ini kepada kita semua untuk dijaga bersama. Pemikiran-pemikiran beliau harus terus kita gali.
Meskipun sepertinya tak ada peringatan hari wafatnya Bung Karno, namun nyawa dan spirit beliau tetap tinggal dalam diri kita semua. Semoga beliau diterima disisi-Nya… Amin…Semoga isi tulisan ini bermanfaat bagi kita semua. Salam…
Akbar Pitopang