Pada Awal Kebangkitan Nasional
“Soekarno – HOS Cokroaminoto - Tan Malaka”
Sejarah pada hakekatnya adalah proses dialektika pergulatan manusia atau bangsa menuju cita-citanya. Karenanya dalam sejarah, terkandung proses pergumulan pemikiran manusia yang dari padanya lahir sejumlah visi tentang hari depan. Hal inilah yang membuat sejarah menjadi hidup, dan para “visioner” atau “penggagas” menempati posisi sebagai pelaku sejarah. Buah pikiran, serta gagasan para pelaku sejarah itulah yang kerap jadi obyek kajian yang menarik.Tulisan ini berusaha membedah mozaik pemikiran para pelaku sejarah yang menonjol diawal kebangkitan Indonesia, pada paruh awal abad 20.
Dinamika Pergerakan pada Dekade 1920-an
Dalam sejarah dekade 1920-an lazimnya disebut sebagai “Jaman Penegas”. Ini karena pada fase itu cita-cita perjuangan, bentuk dan metode perjuangan telah menjadi lebih tegas dibanding dengan masa sebelumnya. Hal ini setidaknya tercermin pada tuntutan Partai Nasional Indonesia (PNI) yang dengan tegas tentang”Merdeka sekarang juga !” pada tahun 1927. Tuntutan ini kembali ditergaskan oleh Bung Karno dan Bung Hatta, ketika kedua tokoh pergerakan ini dihadapkan dimuka pengadilan kolonial Belanda. ( Ir.Soekarno “Indonesia Menggugat“; dan Bung Hatta “Indonesia Vrij“).
Figur Tan Malaka tentu tidak bisa dilupakan sebab buah pikirannya, juga cukup menguasai dinamika pergerakan saat itu. Bahkan Tan Malaka, telah menegaskan bentuk pemerintahan yang cocok bagi Indonesia di masa mendatang yakni: Negara Republik. Gagasan “Negara Republik” ini dapat dilihat dalam bukunya yang berjudul “Menuju Republik Indonesia” terbit di tahun 1924.
Proses interaksi dari berbagai konsepsi perjuangan ini yang sesungguhnya mengantarkan bangsa Indonesia pada satu puncak kesepakatan bersama yang dikenal sebagai “Sumpah Pemuda” tanggal 28 Oktober 1928. Sebab pada esensisnya, Sumpah Pemuda merupakan “Pernyataan Kemerdekaan” bangsa Indonesia, dalam aspek sosiologis, geografis dan kultural.
Kendati pada umumnya, arus dinamika pergerakan kemerdekaan pada dekade 1920-an telah mencapai puncak ketegasan konsepsional, namun pada aspek lain, pada dekade ini, telah terjadi perpecahan di dalam kubu Serikat Islam.
Perpecahan itu tentu perlu dikaji lebih mendalam, sebab dibalik peristiwa tersebut, tampak terdapat masalah dalam konsepsi pemikiran perjuangan yang belum tuntas di antara pemimpin Serikat Islam. Hal ini tampak memberi peluang bagi pihak pemikiran komunis masuk ke dalam organisasi ini, yang jadi faktor pemicu perpecahan internal Serikat Islam.
HOS Cokroaminoto – Tan Malaka – Soekarno
Sejarah mencatat, ada tiga tokoh pemikiran pergerakan yang dalam sisi tertentu memiliki kesamaan, tapi pada sisi lain juga memiliki perbedaan. Mereka adalah, Haji Oemar Said Cokroaminoto, Ibrahim Sutan Malaka alias Tan Malaka, dan Soekarno (Bung Karno). Mengenai cita-cita kemerdekaan dan keberpihakan kepada rakyat tertindas, misalnya, ketiganya jelas mempunyai titik orientasi yang sama. Namun mengenai strategi pergerakan, serta metodologi perjuangan, masing-masing memilih kerangka perjuangan yang berbeda. Dan perbedaan ini pada gilirannya ikut menentukan format aksi yang mereka lakukan(Tabel berikut)
Perbandingan Konsepsi Pergerakan antara
HOS Cokroaminoto – Tan Malaka - Soekarno
No. | ITEM / Penggagas | HOS COKROAMINOTO | TAN MALAKA | BUNG KARNO |
1. | Dasar Kekuatan | Persatuan Pribumi | Persatuan Proletar | Persatuan Nasional |
2. | Pola Gerakan | Gerakan Ekonomi | Gerakan Politik | Gerakan Politik |
3. | Identifikasi Lawan | Kapitalis Asing Non Pribumi | Penjajah Asing dan Ningrat Pribumi | Penjajah Asing dan segala antek-anteknya |
4. | Pola Organisasi | Persatuan Pengusaha | Pertsatuan Buruh | Partai Politik |
5. | Sifat Gerakan | Defensif | Ofensif | Ofensif |
6. | Strategi Gerakan | Penggalangan Kerjasama antar sesama Pedagang (SDI) | Penggalangan potensi buruh untuk aksi-aksi radikal (aksi mogok, dll) | Penyadaran Massa melalui praktek politik |
7 | Elemen Penggerak | Kaum Pedagang | Kaum Buruh | Generasi Muda |
H O S Cokroaminoto
Jika dicermati alur pikiran HOS Cokroaminoto, tampaknya lebih bertumpu pada pendekatan ekonomi, Meski dalam kerangka berpikirnya sangat menonjol warna nasionalisme, namun karena pendekatannya yang bersifat ekonomi sentris, maka yang menonjol adalah nuansa kebangsaan yang berciri “ke-pribumi-an”.
Karena itu menurut HOS Cokroaminoto, untuk menghadapi penjajah (yang diartikannya sebagai “Kapitalisme”), pengusaha pribumi yang sebagian besar pemeluk agama Islam, harus bersatu melawan dominasi pengusaha Asing, termasuk pengusaha Cina dan Timur Asing lainnya.
Untuk menyatukan potensi pergerakan gerakan, Ia bersama Haji Samanhudi membentuk organisasi Serikat Dagang Islam. Kendati, secara tegas pemikiran Cokroaminoto menunjukkan warna Nasionalisme dan semangat anti Kapitalisme Asing, namun bentuk gagasannya belum menjelaskan apa yang menjadi target pergerakan, dan bagaimana mencapai target secara proaktif dan maksimal. Sikapnya yang dinilai kurang tegas oleh kalangan kaum muda pada akhirnya mengundang ketidakpuasan. Karena pada saat itu para aktivis muda yang menghendaki gerakan yang lebih dinamis. Inilah yang akhirnya membawa perpecahan dalam tubuh Serikat Islam.
Tan Malaka
Sejak awal ia memandang masalah kehidupan masyarakat dengan kacamata “pertentangan kelas.” Menurut Tan Malaka elemen penindas rakyat Indonesia sesungguhnya tidak hanya kaum kolonial asing tapi juga kaum ningrat/feodal Pribumi. Karena itu, secara strategis perlawanan harus juga ditujukan kepada kelompok pribumi tersebut. Dalam pilihan strategi gerakan, ia memilih bentuk “Revolusi Sosial.”
Bagi Tan Malaka “Komponen Penggerak Utama” dalam aksi perlawanan, harus kaum buruh, sebab mereka adalah korban yang pertama dari sistem Kapitalisme. Kendati dalam kiprahnya ia sempat mendirikan Partai Murba, namun ia tetap memandang organisasi Serikat-Serikat Buruh, sebagai bentuk pelembagaan yang tepat bagi gerakan perlawanan yang radikal. Karena itu, Serikat Buruh harus tampil dengan corak gaya yang radikal, dan konfrontatif terhadap lawan politik, sesuai Doktrin “Pertentangan Kelas” yang dianutnya.
Mengenai negara yang dicita-citakan, bagi Tan Malaka harus berbentuk “Republik”. Hal ini menyebabkan ia kurang bisa diterima oleh kalangan ningrat pribumi. yang kala itu masih sangat berpengaruh di masyarakat. Para intelektual pribumi juga kurang sependapat dengan pemikiran Tan Malaka. Dan ketidaksukaan ini kiranya dapat dipahami karena bagian terbesar kelompok intelektual pribumi –saat itu — umumnya berasal dari kalangan priyayi.
Ketika atas dasar strategi itu, terjadi aksi-aksi pembangkangan kaum buruh, Pemerintah Kolonial Belanda pun bertindak tegas. Ribuan aktivis pergerakan perjuangan ditangkap, dipenjara dan banyak pula yang dibuang ke Digul.
Pun demikian, pemikiran Tan Malaka, tampaknya masih cukup kuat berakar dikalangan kaum pergerakan. Hal ini setidaknya terlihat pada masa sekitar Proklamasi Kemerdekaan yang sama muncul Gerakan Anti Ningrat dan Borjuis Pribumi, bersamaan dengan bangkitnya gerakan anti penjajahan asing.
Soekarno
Dalam kiprah pergerakan perjuangan, Soekarno cenderung lebih menekankan faktor “Persatuan Nasional” sebagai dasar strategis melawan penjajahan sekaligus untuk mewujudkan kemerdekaan nasional. Menurut Bung Karno penggalangan segenap potensi nasional mutlak diperlukan karena, pada hakekatnya seluruh bangsa Indonesia berada dalam nasib yang sama.
eski dalam menjelaskan ide-ide pergerakannya, Soekarno banyak mengutip buah pikiran para pemikir sosial barat, seperti Kar; Kautsky, namun namun ia menolak “Teori Pertentangan Kelas”. Sebab, selain memang tidak sesuai dengan realitas sosial Indonesia, juga menjadi kendala bagi persatuan nasional, yang amat diperlukanuntuk melawan kaum penjajah.agi Soekarno, wadah bagi gerakan politik jelas adalah partai politik dan karena itu ia bersama teman-temannya menbentuk Partai Nasional Indonesia (PNI). Partai berazaskan kebangsaan dianggap paling cocok sebab dapat menampung partisipasi politik masyarakat Indonesia yang sangat beragam. Soekarno berpendapat bahwa harus ada elemen yang menjadi pelopor/ penggerak perrjuangan.Namun dalam hal ini ia berbeda dengan Tan Malaka dan Cokroaminoto, sebab tenaga pelopor/penggerak yang ia pilih adalah Komponen Generasi Muda. Pilihan pada elemen pemuda tampaknya dilatar-belakangi oleh pemikiran bahwa untuk membentuk satu kekuatan nasional yang tangguh, yang perlu dikedepankan adalah penyadaran nasional. Bagi Soekarno melalui proses penyadaran nasional, maka massa aksi bisa berlangsung efektif, dan konsisten. Dengan demikian, kendati secara keseluruhan pemikiran Soekarno mengandung gagasan radikal-revolusioner, namun ia tidak menganjurkan bentuk aksi yang dapat mengundang bentrokan fisik.
Soekarno, secara strategis tidak menunjukkan permusuhan terhadap kaum kaum ningrat dan borjuis pribumi, sebab menurutnya, perjuangan nasional hendaknya melalui dua tahap yakni: Tahap Revolusi Nasional dan Tahap Rehabilitasi Sosial. Melalui revolusi nasional, bangsa Indonesia merebut kemerdekaan yang sering disebutnya sebagai “jembatan emas.” Baru setelah merdeka, rakyat Indonesia dapat memperbaiki tatanan sosial, dengan cara mengeleminasi setiap anasir-anasir yang menindas rakyat.
Ketiga konsep gerakan pemikiran inilah yang tampaknya mewarnai format dan pola pergerakan perjuangan nasional Indonesia, pada dekade 1920-an, yang sesungguhnya merupakan cerminan dari konfigurasi pemikiran politik yang ada dalam masyarakat Indonesia, baik di masa silam, mau pun sekarang ini. (PL)
Paulus Londo